Sabtu 12 Sep 2020 16:47 WIB

Palestina Tarik Duta Besarnya untuk Bahrain

Palestina merespons pengumuman normalisasi hubungan diplomatik Bahrain-Israel

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
 Dalam file foto 21 Februari 2020 ini, warga Palestina mengibarkan bendera nasional mereka selama protes terhadap rencana Timur Tengah yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, di Kota Gaza. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Adel Hana
Dalam file foto 21 Februari 2020 ini, warga Palestina mengibarkan bendera nasional mereka selama protes terhadap rencana Timur Tengah yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, di Kota Gaza. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina memutuskan menarik duta besarnya untuk Bahrain pada Jumat (11/9). Hal itu merespons pengumuman normalisasi hubungan diplomatik antara Bahrain dan Israel.

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan akan mengonsultasikan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk menanggapi kesepakatan normalisasi Israel dengan Bahrain. Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina Hanan Ashrawi telah mengkritik keras kesepakatan tersebut.

Baca Juga

"Pengumuman Bahrain-Israel bukanlah kesepakatan damai. Ini adalah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang bermain ke markasnya setelah pemilihan dan hadiah untuk agresi serta impunitas Israel yang meningkat. Normalisasi telah terjadi antara Bahrain dan Israel secara diam-diam," kata Ashrawi dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.

Menurut dia, AS telah menggunakan semua kekuatan politik dan ekonominya guna memeras, menekan, serta menggertak Arab dan negara-negara lain untuk menormalisasi penjajahan Israel. Secara diam-diam AS pun memberikan dukungan terhadap kejahatan perang aneksasi yang dilakukan Israel. Ashrawi berpendapat Washington telah menginjak-injak prinsip-prinsip dasar hukum internasional.

Pada Jumat lalu, Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan normalisasi antara Israel dan Bahrain melalui akun Twitter pribadinya. "Terobosan bersejarah lainnya lainnya hari ini. Dua teman hebat kami Israel dan Kerajaan Bahrain menyetujui perjanjian damai - negara Arab kedua yang melakukan perjanjian damai dengan Israel dalam 30 hari," katanya.

Pada 13 Agustus lalu, Israel telah terlebih dulu mencapai perjanjian normalisasi diplomatik dengan Uni Emirat Arab (UEA). Itu merupakan kesepakatan pertama yang tercapai dengan negara Arab dalam 26 tahun. Menurut Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammad bin Zayed Al Nahyan, kesepakatan normalisasi itu sengaja dibuat agar Israel bersedia menghentikan rencana pencaplokan Tepi Barat.

Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menegaskan bahwa rencana tersebut tak sepenuhnya disingkirkan. Dia mengatakan akan tetap menjalin koordinasi dengan AS perihal pencaplokan Tepi Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement