REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Jumlah kasus infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) di India telah mencapai lima juta pada Rabu (16/9). Lebih dari 90.000 kasus terbaru dilaporkan dalam 24 jam terakhir.
Secara total ada 5.020.359 termasuk 995.933 kasus aktif, 3.942.360 pasien yang telah pulih dan 82.066 kematian di negara Asia Selatan itu. Meski demikian, seorang peneliti dari Oxford University, Max Roser mengatakan bahwa jumlah kasus terbaru yang disebutkan dalam data resmi yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga federal India jauh lebih rendah daripada jumlah sebenarnya.
Roser mengklaim bahwa India tidak melakukan jumlah tes yang cukup. Ia memperkirakan bahwa jumlah kasus Covid-19 terbaru yang sebenarnya di India dapat mencapai hingga 800.000 per hari.
Roser menjelaskan bahwa perkiraan resmi India berbeda dengan apa yang didapatkannya karena model data yang digunakan berbeda. Perbedaan termasuk dalam asumsi yang dibuat.
Sebagai perbandingan, kasus Covid-19 di India yang dikonfirmasi adalah berdasarkan infeksi yang ditemukan dalam tes. India menjadi negara kedua dengan jumlah wabah terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS).
Meski demikian, India dinilai tertinggal jauh dalam hal pengujian. Sementara, AS dilaporkan telah menguji hingga 282.526 orang pada Rabu (16/9), India baru menguji 42.977.
Menurut K. Srinath Reddy, seorang profesor serta presiden Yayasan Kesehatan Masyarakat India, salah satu alasan lonjakan kasus adalah pergerakan atau mobilitas orang-orang di negara itu. Ia mengatakan sejak Juni lalu, ketika aturan karantina wilayah atau lockdown dicabut, banyak warga yang bergerak, di tengah harapan pemerintah untuk mengurangi dampaknya terhadap perekonomian.
"Pencabutan lockdown telah mengakibatkan sejumlah besar orang bergerak dan bercampur, tanpa banyak batasan," ujar Reddy kepada Sputnik News.
Menurut Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India Harsh Vardhan, lockdown, yang dilakukan pada akhir Maret telah membantu menyelamatkan ribuan nyawa dari kematian akibat Covid-19. Diperkirakan bahwa aturan tersebut mencegah sekitar 1.400.000-2.290.000 kasus infeksi virus dan 37.000–78.000 kematian.