REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Delegasi Fatah dan Hamas melakukan pertemuan di Kairo, Mesir, pada Ahad (27/9). Mereka, bersama pejabat Mesir, membahas tentang rekonsiliasi dan penyelenggaraan pemilu Palestina.
Juru bicara Fatah Hussein Hamayel mengungkapkan delegasinya dipimpin Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Fatah Jibril Rajoub dan anggota komite pusat Rohi Fattouh. Menurut dia pembicaraan di Kairo akan fokus pada proses rekonsiliasi. Kendati demikian, para pemimpin faksi-faksi Palestina telah diagendakan bertemu pada 3 Oktober mendatang. Mereka bakal menyepakati semua masalah dan mempersiapkan perhelatan pemilu legislatif dan presiden Palestina.
Hamayel menyinggung peran Mesir dalam isu Palestina. Kairo diketahui kerap menjadi mediator dalam proses penyelesaian friksi internal Palestina. "Mesir memiliki peran penting dalam masalah Palestina, dan itu telah memberkati gerakan Palestina menuju rekonsiliasi sejak awal," katanya, dikutip laman Middle East Monitor.
Menurut dia, Mesir pun sangat menyambut pertemuan delegasi Fatah dan Hamas di Istanbul, Turki, baru-baru ini. “Sejak awal, saudara-saudara Mesir menyambut baik pertemuan antara Hamas dan Fatah di Istanbul dan hasil yang mereka hasilkan," ucapnya.
Hamas dan Fatah telah sepakat untuk menyelenggarakan pemilu sebagai upaya penyelesaian friksi internal negara tersebut. Pemungutan suara diharapkan dapat dilakukan dalam enam bulan mendatang.
"Kami telah sepakat untuk terlebih dahulu mengadakan pemilihan legislatif, kemudian pemilihan presiden Otoritas Palestina, dan akhirnya dewan pusat Organisasi Pembebasan Palestina," kata Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Fatah Jibril Rajoub di Istanbul, Turki, pada Kamis (24/9), dikutip laman Aljazirah.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menyambut kesepakatan yang telah dicapai Hamas dan Fatah. "Kami menyambut baik suasana positif yang telah membayangi dialog nasional yang telah berlangsung di Istanbul selama dua hari antara Fatah dan Hamas yang telah sepakat untuk mengadakan pemilihan umum," ucapnya.
Dia menyebut pemerintahannya siap menyediakan semua persyaratan guna menyukseskan perhelatan pemilu. Shtayyeh menilai pemilu adalah pintu gerbang untuk memperbarui kehidupan demokrasi, dan memperkuat persatuan nasional dalam menghadapi bahaya serius dan eksistensial yang mengancam perjuangan Palestina.
Perselisihan antara Hamas dan Fatah telah berlangsung sejak 2006, tepatnya ketika Hamas memenangkan pemilu parlemen. Fatah menolak dan memboikot hasil tersebut. Hamas kemudian mendepak Fatah dari Jalur Gaza. Sejak saat itu, kedua faksi tersebut memimpin dua wilayah yang berbeda. Hamas mengontrol Gaza dan Fatah memimpin Tepi Barat.
Beberapa upaya rekonsiliasi untuk memulihkan hubungan antara kedua faksi telah dilakukan. Namun, usaha tersebut gagal karena Hamas selalu mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Otoritas Palestina bila hendak berdamai.