REPUBLIKA.CO.ID, MINSK -- Pasukan keamanan Belarusia menahan puluhan pengunjuk rasa. Dalam video yang ditayangkan stasiun televisi setempat menunjukkan polisi juga menggunakan kekerasan dan water canon untuk membubarkan warga yang menuntut pemilihan presiden ulang.
Dalam video itu, terlihat petugas keamanan mengenakan penutup kepala yang dikenal sebagai balaclava. Polisi membawa para demonstran ke mobil van warna hitam dan memukuli pengunjuk rasa yang berada di tengah jalan dengan tongkat mereka.
Dalam video yang ditayangkan Senin (12/11) itu ada satu adegan yang memperlihatkan mobil van polisi menyemprotkan air ke arah pengunjuk rasa, memaksa para demonstran sedikit mundur. Sejak komisi pemilihan umum mengumumkan Alexander Lukashenko kembali menjabat sebagai presiden dalam pemilihan 9 Agustus lalu. Belarusia yang bersekutu dekat dengan Rusia itu diguncang gelombang unjuk rasa.
Sejak itu hampir setiap pekan masyarakat turun ke jalan, mendesak agar Lukashenko untuk turun dari jabatannya dan pemilihan presiden digelar kembali. Lukashenko yang sudah berkuasa sejak 1994 membantah mencurangi pemilihan. Sejak unjuk rasa dimulai pihak berwenang Belarusia sudah menangkap lebih dari 13 ribu orang.
Tokoh-tokoh oposisi Lukashenko sudah dipenjara atau terpaksa melarikan diri. Kekerasan yang terjadi pada Ahad (11/10) kemarin pecah setelah Lukashenko menggelar pertemuan dengan tokoh oposisi yang ditahan di penjara.
Pertemuan yang tidak biasa ini menimbulkan keyakinan dari para aktivis. Lukashenko sedang mempersiapkan suksesi. Stasiun televisi Belarusia melaporkan usai pertemuan itu dua orang yang terlibat dalam pertemuan dengan Lukashenko yakni pengusaha Yuri Voskresensky dan direktur perusahaan perangkat lunak PandaDoc Dmitry Rabtsevich dibebaskan.
Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Inggris, dan Kanada sudah memberlakukan sanksi pada pejabat-pejabat tinggi Belarus. Negara-negara Barat itu menuduh para pejabat melakukan kecurangan dalam pemilu dan melanggar hak asasi manusia.
Ketua oposisi yang kini lari ke Lithuania, Sviatlana Tsikhanouskay mendesak pemilihan ulang. Ia juga meminta semua tahanan politik dibebaskan.
"Kami akan melanjutkan unjuk rasa damai dan gigih dan menuntut apa yang kami inginkan: pemilihan umum baru yang bebas dan transparan," kata Tsikhanouskaya dalam saluran di aplikasi kirim pesan Telegram.