REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Dalam kolom terbarunya di Daily Sabah, Selasa (13/10) pakar politik Turki, Burhanettin Duran mengatakan konflik Nagorno-Karabakh memicu retorika anti-Turki yang paling baru. Pemerintahan Tayyip Erdogan mendukung Azerbaijan melawan Armenia dalam perebutan wilayah di perbatasan tersebut.
Duran mencatat sejumlah media Barat yang memojokan Turki dalam perang Azerbaijan-Armenia. Seperti majalan Prancis yang menyebut pertempuran Nagorno-Karabakh sebagai 'perang baru Erdogan'.
Majalah itu melaporkan Erdogan sengaja membuka front baru di Kaukus Selatan setelah pertempuran di Suriah, Libya, Mediterania Timur, Irak dan Siprus. Sementara majalan Prancis lainnya Le Point menunjukkan anti-Erdogan ke tahapan selanjutnya dengan menyamakan Erdogan dengan Adolf Hitler.
"Dan menuduhnya mempromosikan nasionalisme Ottoman untuk 'ke masa kejayaan di masa lalu'. Majalah itu sekali lagi menunjukkan Erdogan, mengambil sorotan ke Presiden Prancis Emmanuel Macron yang tidak diragukan penyebab agresivitas Prancis akhir-akhir ini," tulis Duran di Daily Sabah.
Duran menulis Azerbaijan secara terbuka mempertanyakan keterlibatan Prancis di kelompok yang mendorong perundingan di Nagorno-Karabakh, Minsk Group. Menurutnya Azerbaijan justru meminta Turki untuk duduk di meja perundingan. Duran membela Erdogan dan menyerang Macron.
"Macron mungkin berpikir dapat mengambil luasnya pengalaman Erdogan cara yang baik untuk menyembunyikan sedikitnya pengalamannya, tapi ia tidak dapat membodohi siapapun, agresivitas putus asa Eropasentris terlalu akrab," tambah Duran.
Duran mengatakan setiap kali Ankara membuat kebijakan luar negeri. Media-media Barat selalu muncul label baru yang tidak dapat dibedakan satu sama lain. Seperti Sultan Baru, Khalifah, Diktaktor. Menurut Duran media-media Barat tidak bisa mengubah cara pandang mereka yang memusuhi Turki.
"Apakah dia Ketua Ikhwanul Muslimin? Apakah dia Neo-Ottoman? Pendukung Pan-Turki atau Eurosianis? Atau mungkin pemimpin yang mendorong nasionalisme untuk menutupi turunnya kepopulerannya? Seorang Neo-Kemalis? Jelas presiden bukan itu semua, dia kuat, berpengalaman dan pemimpin yang berbakat," tulis Duran.
Duran mengatakan aktivitas Turki dalam kebijakan-kebijakan luar negerinya tidak berdasarkan ideologi. Tapi mencerminkan kemampuan untuk mengidentifikasi perubahan urusan global dan regional. Tujuannya bukan memperluas wilayah tapi memperkuat agensinya.