REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Pada 16 Oktober 1964, Republik Rakyat China melakukan uji coba nuklir pertamanya. Percobaan pertama ini menjadikan China sebagai negara bersenjata nuklir kelima setelah Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, dan Prancis.
Dilansir laman CTBCO, China telah memulai program senjata nuklirnya pada pertengahan 1950-an setelah perang Korea. Pada awalnya, upayanya didukung oleh bantuan Soviet yang substansial, termasuk penasihat dan peralatan teknis.
Penelitian tentang desain senjata nuklir dimulai di Institut Fisika dan Energi Atom di Beijing. Pabrik pengayaan uranium dibangun di Lanzhou untuk memproduksi uranium tingkat senjata.
Dengan mendinginnya hubungan Sino-Soviet di akhir 1950-an, Uni Soviet menarik semua bantuan. Pada Juni 1959, Nikita Khrushchev memutuskan untuk menolak pemberian bom purwarupa (prototype) kepada China. Pecahnya ini mendorong China untuk memulai proyek uji coba nuklirnya sendiri dengan kode 59-6 setelah bulan di mana ia dimulai.
Operasi 59-6 dilakukan di lokasi uji Lop Nur di gurun Gobi di provinsi Xinjiang, China Barat, dekat dengan Jalur Sutra kuno. Perangkat tipe ledakan dipasang dari atas menara baja, menghasilkan hasil 22 kiloton. Itu adalah yang pertama dari total 45 uji coba nuklir China yang semuanya dilakukan di Lop Nur.
Dua puluh tiga dari tes ini dilakukan di atmosfer dan 22 di bawah tanah, dengan hasil berkisar dari satu kiloton hingga empat megaton. Pada 17 Juni 1967, hanya tiga tahun setelah operasi 59-6 - lebih cepat dari pemilik senjata nuklir lainnya, China meledakkan bom hidrogen pertamanya.
Dampak dari uji coba nuklir terhadap kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan tidak diteliti secara masif lantaran terbatasnya data-data resmi yang dirilis. Padahal wilayah Xinjiang merupakan wilayah administratif terbesar China dan rumah bagi 20 juta warga etnik.
Sebuah studi yang dilakukan fisikawan Jepang Jun Takada menyebut dampak dari kadar rendah radioaktif sebagai akibat uji nuklir tersebut melebihi dampak dari targedi Chernobyl 1986. Menurut studi Takada, uji coba nuklir China memberi dampak serius terhadap populasi lokal.
Pada 2008, China mulai membayar subsidi yang tidak diungkapkan kepada personel yang terlibat dalam pengujian nuklir. Namun, kompensasi belum diberikan kepada penduduk sipil di daerah Xinjiang.