REPUBLIKA.CO.ID, LA PAZ -- Bolivia memulai kembali menggelar pemilihan umum (pemilu) untuk memilih presiden pengganti Evo Morales yang memilih mundur tahun lalu. Partai pemimpin sayap kiri yang dipimpin Luis Arce mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden, Senin (19/10) waktu setempat.
Saingan utama Luis Arce, Carlos Mesa telah mengakui kekalahan. Hal sama juga dilakukan Presiden sementara Jeanine Anez yang didukung AS, musuh bebuyutan Morales.
Para pejabat tidak merilis hasil hitung cepat resmi dan komprehensif dari pemungutan suara akhir pekan. Namun, dua survei independen dari tempat pemungutan suara yang dipilih, memberi Arce keunggulan sekitar 20 poin persentase atas saingan terdekatnya. Angka itu jauh lebih dari yang dibutuhkan untuk menghindari putaran kedua.
Anez meminta Arce untuk memerintah Bolivia dengan pikiran yang berdemokrasi. Sementara itu, Arce meminta ketenangan di negara yang terpecah belah itu.
Dia mengatakan, akan berusaha untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional di bawah partai Gerakan Menuju Sosialisme. "Saya pikir rakyat Bolivia ingin mengambil kembali jalan yang kami lalui," kata Arce.
Dia dikelilingi oleh sekelompok kecil pendukung, beberapa dari mereka mengenakan pakaian tradisional Andes untuk menghormati akar Pribumi negara itu.
Untuk menang di putaran pertama, seorang kandidat membutuhkan lebih dari 50 persen suara, atau 40 persen dengan keunggulan setidaknya 10 poin persentase di atas kandidat tempat kedua.
Penghitungan independen, yang disponsori oleh Gereja Katolik dan kelompok sipil, menunjukkan Arce memiliki sedikit di atas 50 persen suara dan kira-kira 20 poin di atas mantan Presiden Carlos Mesa yang berhaluan tengah.
Hitungan resmi menunjukkan, Arce dan Mesa bersaing ketat hampir sepanjang hari Senin, tetapi pada malam hari penghitungan suara Arce menjauh. Dengan sekitar 40 persen surat suara telah dihitung, Arce memiliki lebih dari 45 persen. Sementara Mesa memiliki sekitar 35 persen.
Penghitungan suara awal sebagian besar berasal dari daerah perkotaan daripada daerah pedesaan yang menjadi basis dukungan untuk Morales dan gerakannya. Para pejabat mengatakan hasil akhir bisa memakan waktu berhari-hari.
Dalam masa pemerintahan Morales, Arce menjabat sebagai menteri ekonomi yang bertugas mengawasi lonjakan pertumbuhan dan penurunan tajam kemiskinan selama lebih dari satu dekade. Dia mengatakan, akan berjuang untuk menghidupkan kembali pertumbuhan itu.
Lonjakan harga ekspor mineral Bolivia yang membantu memberi kemajuan itu telah memudar. Sementara virus Corona baru telah menghantam Bolivia yang miskin dan terkurung daratan lebih keras daripada hampir semua negara lain dalam basis per kapita. Hampir 8.400 dari 11,6 juta penduduknya telah meninggal karena Covid-19.
Arce (57 tahun) juga menghadapi tantangan untuk bangkit dari bayang-bayang mantan pemimpinnya.
Sebelumnya pemerintahan Anez mencoba membatalkan banyak kebijakan Morales dan menjauhkan negara dari aliansi kiri.
Otoritas pemilu yang baru dilantik melarang Morales mencalonkan diri dalam pemilihan akhir pekan lalu, bahkan untuk kursi di kongres. Dia menghadapi tuntutan atas apa yang dipandang sebagai tuduhan palsu terorisme jika dia kembali ke kursi pemerintahan.
Morales, yang berusia 61 tahun bulan ini, mengatakan pada konferensi pers di Buenos Aires, Argentina, bahwa dia berencana untuk kembali ke Bolivia, meskipun dia tidak mengatakan kapan. Seperti Arce, dia mengambil nada damai dan menyerukan pertemuan rekonsiliasi yang hebat untuk rekonstruksi.