REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump meminta Jaksa Agung menyelidiki dugaan anak calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden, Hunter, atas keterlibatan dalam transaksi ilegal di Ukraina. Permintaan itu atas dasar laporan surat elektronik Hunter Biden yang bocor.
Laporan mengenai surat yang bocor itu pertama kali dilaporkan oleh New York Post. Dalam laporan tersebut, Hunter digambarkan telah membantu mengatur pertemuan antara ayahnya yang dulu menjabat sebagai wakil presiden dengan seorang pejabat tinggi eksekutif dari firma energi Ukraina, Burisma, Vadym Pozharskyi. Ketika itu Hunter menjabat sebagai dewan direksi perusahaan.
Tuduhan itu muncul tidak lama sebelum Biden diklaim telah menekan pejabat di Kiev untuk memecat jaksa agung negara yang sedang menyelidiki Burisma terkait tuduhan korupsi. Biden pun telah lama menyangkal keterlibatan dalam urusan bisnis putranya di Ukraina.
New York Post merujuk pada dugaan korespondensi surel antara Pozharskyi dan Hunter yang diklaim berasal dari laptop yang terakhir. Namun, keaslian email itu belum dikonfirmasi, hanya saja jika terbukti, ini akan mempertanyakan klaim Biden sebelumnya.
Dikutip dari SputnikNews, atas laporan tersebut, Trump meminta Jaksa Agung, William Barr, untuk bertindak cepat. Dia meminta meluncurkan penyelidikan sehubungan dengan tuduhan seputar bisnis di Ukraina yang dikatakan dilakukan Hunter.
Trump juga menuntut agar informasi yang relevan, jika ada, dirilis sebelum 3 November, Selasa (21/10). "Dia harus menunjuk seseorang, ini adalah korupsi besar dan ini harus diketahui sebelum pemilihan," ujarnya melalui telepon di program berita "Fox & Friends".
Trump pun menyatakan kalau lawannya itu harus dipenjara karena dugaan kesalahannya. Dia pun menyebut keluarga Biden melakukan sebagai kejahatan terorganisir.
Sebelum pernyataan Trump, sekelompok anggota House of Representative dari Partai Republik meminta Barr menunjuk jaksa khusus untuk mengusut dugaan korupsi yang dilakukan keluarga Biden. Departemen Kehakiman AS belum mengomentari tuntutan Trump.
Sedangkan Ketua Intelijen House, Adam Schiff, menghubungkan cerita New York Post dengan upaya disinformasi oleh Rusia. Pernyataan itu pun dibantah oleh Direktur Intelijen Nasional AS, John Ratcliffe, yang menjadi sekutu Trump.