REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya tidak takut untuk berperang. Dia menyatakan tidak akan membiarkan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunannya dirongrong.
Dalam pidatonya d Aula Besar Rakyat di Beijing pada Jumat (23/10), Xi mengatakan setiap tindakan unilateralisme, monopoli, dan intimidasi terhadap China tidak akan pernah berhasil dan hanya mengarah pada jalan buntu.
"Biarkan dunia tahu bahwa 'rakyat China sekarang terorganisir dan tidak boleh dianggap enteng'," kata Xi, mengutip kata-kata Mao Zedong, bapak pendiri Republik Rakyat China, dilaporkan laman Aljazirah.
Xi menegaskan China tidak akan membuat masalah. "Tapi kami juga tidak takut. Tidak peduli kesulitan atau tantangan yang kami hadapi, kaki kami tidak akan gemetar dan punggung tidak akan menekuk," ujarnya.
Xi juga menekankan perlunya modernisasi pertahanan dan angkatan bersenjata negara untuk menciptakan militer kelas dunia. “Tanpa tentara yang kuat, tidak akan ada ibu pertiwi yang kuat,” ucapnya.
Dalam pidatonya, Xi memang tak menyinggung secara spesifik siapa pihak yang selalu melakukan tindakan unilateralisme dan intimidasi terhadap China. Namun pidatonya diyakini ditujukan untuk Amerika Serikat (AS). Hubungan kedua negara tersebut saat ini memang tidak harmonis dan selalu terlibat perselisihan.
Saat berpidato Xi sempat menyinggung tentang Perang Korea yang terjadi pada 1950-1953. Dalam perang tersebut, Beijing membantu sekutunya, yakni Korea Utara (Korut). Xi memuji kegigihan pasukan China kala itu yang berperang melawan Korea Selatan (Korsel) dan AS.
“Setelah pertempuran yang sulit, pasukan China dan Korea (Utara), bersenjata lengkap, mengalahkan lawan mereka, menghancurkan mitos tentang tak terkalahkannya militer AS, dan memaksa penjajah untuk menandatangani perjanjian gencatan senjata pada 27 Juli 1953,” ujar Xi.
Awal pekan ini, AS menyetujui potensi penjualan sistem senjata ke Taiwan dengan total nilai 1,8 miliar dolar AS. Hal tersebut membuat China geram. Beijing diketahui menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan menolak hal tersebut.
China meningkatkan tekanan kepada Taiwan sejak Tsai Ing-wen terpilih sebagai presiden di wilayah tersebut pada 2016. Cina memandang Tsai sebagai seorang separatis. AS sendiri tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan. Namun Washington memiliki undang-undang yang mengharuskannya menyediakan sarana pertahanan untuk Taiwan.