REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kapal perang Amerika Serikat (AS) telah melakukan latihan pencegatan rudal balistik antarbenua (ICBM). Latihan itu merupakan yang pertama untuk sistem pertahanan rudal AS.
Badan Pertahanan Rudal AS (MDA) mengatakan latihan tersebut dilakukan di timur laut Hawaii pada Senin (16/11). Target pengujian adalah tiruan ICBM yang telah diluncurkan dari jangkauan pengujian AS di Atol Kwajalein di Kepulauan Marshall. Rudal target tidak dilengkapi dengan umpan atau sistem canggih lainnya yang mungkin dihadapi pencegat rudal AS dalam serangan nyata ke negara tersebut.
Tes melibatkan kapal perusak yang dilengkapi Pertahanan Rudal Balistik Aegis. "Kami telah menunjukkan bahwa kapal yang dilengkapi BMD Aegis yang dilengkapi dengan rudal SM-3 Block IIA dapat mengalahkan target kelas ICBM," kata Direktur MDA Jon Hill dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Aljazirah pada Selasa (17/11).
Standard Missile 3 Block IIA (SM-3 IIA) dikembangkan dalam usaha gabungan antara Raytheon Co dan Japan Mitsubishi Heavy Industries Ltd. Keberhasilan uji coba tersebut kemungkinan akan menarik minat khusus dari Korea Utara (Korut). Pyongyang diketahui mengembangkan ICBM dan pernah mengancam akan menyerang AS dengan rudal tersebut.
Namun Korut belum melanjutkan lagi pengembangan ICBM-nya menyusul adanya perundingan denuklirisasi dengan AS. Meski pendekatan yang dilakukan AS bertujuan untuk melindungi wilayahnya dari serangan rudal Korut, China dan Rusia telah mengutarakan keprihatinan.
Kedua negara itu menilai AS dapat menggunakan pertahanan rudalnya untuk melemahkan nilai pencegahan dari kekuatan nuklir mereka, yang kapasitasnya lebih besar dibandingkan Korut. Ahli pertahanan rudal di Union of Concerned Scientists Laura Grego mengatakan prospek perluasan besar pertahanan rudal AS dengan kemungkinan melengkapi kapal Angkatan Laut secara global dengan kemampuan anti-ICBM mengkhawatirkan.
“Kemungkinan akan berdampak buruk pada prospek perjanjian kontrol senjata baru dan juga akan memberikan motivasi (atau pembenaran) bagi Rusia dan China untuk mendiversifikasi dan mengembangkan persenjataan senjata nuklir mereka,” kata Grego melalui akun Twitter pribadinya.