REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengatakan sekitar 32.000 orang telah meninggalkan wilayah Tigray, Ethiopia, ke negara tetangga Sudan. Diperkirakan sekitar 200.000 orang dalam enam bulan ke depan akan melakukan perjalanan yang sama.
Perwakilan badan tersebut di Sudan, Axel Bisschop, mengatakan tidak ada jumlah pasti perpindahan penduduk dari Ethiopia ke Sudan. Konflik mematikan terus berlanjut antara pemerintah Ethiopia dan pasukan pemerintah daerah Tigray. Krisis lain tumbuh di dalam wilayah Tigray yang tertutup karena makanan dan persediaan lainnya sangat menipis.
“Yang pasti jelas adalah bahwa pertempuran sedang berlangsung dan itu sporadis, Anda tidak pernah tahu di mana itu akan terjadi. Jadi antisipasi dan ketidaktahuan inilah yang menyebabkan lebih banyak ketakutan dan menyebabkan orang sekarang menyeberang," kata perwakilan Sudan untuk Program Pangan Dunia, Hameed Nuru.
Nuru menyatakan, beberapa pejuang mungkin telah meletakkan senjata mereka dan bergabung dengan arus orang yang menyeberang. Kondisi itu dapat menambah ketegangan.
"Ini bisa mengurai hubungan Ethiopia dan juga Sudan. Sebentar lagi kita akan kewalahan ... jika angka ini terus berlanjut," kata perwakilan UNICEF di Sudan, Abdullah Fadil, tentang krisis tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyerukan pembukaan koridor kemanusiaan dan gencatan senjata yang mungkin diperlukan agar bantuan kemanusiaan dapat dikirimkan. "Ini adalah masalah yang sangat memprihatinkan kami," katanya.
Pemerintah Ethiopia telah memerangi pasukan regional Tigray sejak serangan 4 November di pangkalan militer. Masing-masing menganggap pihak lain ilegal, akibat perselisihan antara Perdana Menteri, Abiy Ahmed, dan para pemimpin Tigray yang pernah mendominasi koalisi yang berkuasa di negara itu.