REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penduduk Filipina Selatan meminta pihak berwenang turun tangan untuk mengakhiri bentrokan antara dua kelompok bersenjata berat di Maguindanao. Tokoh masyarakat mengatakan orang-orang bersenjata dari salah satu dari dua marga yang berseteru di daerah itu mencari senjata api pada Senin pagi di sejumlah rumah di Sitio Santillan, kota Sultan Mastura, Maguindanao.
Sitio Santillan telah menjadi lokasi baku tembak sejak Februari antara dua keluarga berseteru yang terkait dengan Front Pembebasan Islam Moro atau MILF.
Penduduk desa mengatakan kepada wartawan orang-orang bersenjata yang berkeliaran di desa mereka, Senin pagi, menembakkan senapan ke rumah-rumah yang ditempati musuh mereka.
Permusuhan antara kedua kelompok dimulai pada bulan Februari, dipicu oleh konflik tanah dan perbedaan politik.
Mayor Jenderal Juvymax Uy, komandan Divisi Infanteri ke-6 Angkatan Darat, telah mengarahkan Brigade Marinir ke-1, yang meliputi Sultan Mastura dan kota-kota tetangga, untuk membantu pejabat lokal dan polisi menyelesaikan perang klan tersebut.
Januari 2019, wilayah Filipina Selatan mendapatkan otonomi khusus di bawah Daerah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao (BARMM). BARMM diinisiasi MILF guna menghentikan gejolak kekerasan dan memberikan hak politik dan hukum secara lebih luas bagi masyarakat Muslim.
Namun demikian, sejumlah aksi kekerasan masih belum sepenuhnya hilang di wilayah Filipina Selatan, terutama melalui serangan rangkaian bom kelompok Abu Sayyaf yang terafiliasi dengan Daesh.