REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) melaporkan 583 kasus virus corona baru pada Kamis (26/11) waktu setempat. Data pemerintah menunjukkan angka infeksi baru ini tertinggi sejak Maret.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) mengatakan, dari kasus terbaru, 553 ditularkan secara lokal. Sementara hampir 73 persen di antaranya berada di wilayah Seoul yang lebih besar. Total infeksi di Korsel kini mencapai 32.318, dan 515 kematian akibat virus corona.
Korsel juga tengah bergulat dengan gelombang infeksi ketiga yang tampaknya memburuk meskipun ada tindakan jarak sosial baru yang ketat. Pemerintah memberlakukan kembali aturan jarak sosial yang ketat di Seoul dan wilayah sekitarnya pekan ini, hanya sebulan setelah aturan tersebut dilonggarkan menyusul gelombang kedua infeksi.
Beberapa ahli mengatakan pemerintah bergerak terlalu dini untuk melonggarkan aturan bulan lalu. Sebab, penghitungan kasus resmi harian melebihi 500 untuk pertama kalinya sejak 6 Maret.
"Pelonggaran itu dilakukan karena masalah ekonomi dan kelelahan yang semakin meningkat, tetapi itu terlalu dini dan menabur benih rasa puas diri orang-orang," kata Kim Woo-joo, seorang profesor penyakit menular di Rumah Sakit Guro Universitas Korea di Seoul, dikutip laman Channel News Asia, Kamis (26/11).
Gelombang pertama Covid-19 di Korsel muncul pada akhir Februari dari pertemuan agama. Namun, kasus terbaru lebih tersebar di sekitar ibu kota Seoul, membuat virus lebih sulit untuk dilacak dan ditahan.
Angkatan bersenjata memerintahkan larangan cuti 10 hari setelah serangkaian wabah di fasilitas militer. Kelompok lain telah dilacak ke sauna, sekolah menengah atas, akademi aerobik, gereja, kafe anak-anak, dan tempat perkumpulan teman.
"Covid-19 telah tiba tepat di samping Anda dan keluarga Anda," ujar Menteri Kesehatan Park Neung-hoo pada pertemuan pejabat kesehatan yang disiarkan televisi.
"Secara khusus, penyebaran infeksi di kalangan generasi muda sangat luar biasa," ujarnya menambahkan.
Infeksi di kalangan anak muda banyak di antaranya tidak menunjukkan gejala. Hal itu mendorong pemerintah untuk mendesak siswa untuk berhenti menghadiri sekolah dan les privat sebelum ujian masuk perguruan tinggi yang dijadwalkan pada 3 Desember.
"Infeksi muncul secara bersamaan dalam kehidupan kita sehari-hari termasuk pertemuan keluarga dan pertemuan informal yang membuat pemerintah sulit untuk mengambil tindakan pencegahan," kata Menteri Pendidikan Yoo Eun-hae dalam sebuah pengarahan.
Pejabat kesehatan tidak menanggapi langsung kritik bahwa pemerintah terlalu cepat melonggarkan pembatasan menyusul lonjakan infeksi sebelumnya pada Agustus.