REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA - Sebuah video menunjukkan para pengungsi Rohingya menerima kekerasan dari penyelundup yang secara ilegal membawa mereka pergi menggunakan kapal. Perdagangan orang kerap terjadi pada para pengungsi Rohingya dari Bangladesh menuju negara-negara tetangga seperti Malaysia.
Video tersebut direkam dengan menggunakan ponsel salah seorang penyelundup yang kemudian melarikan diri dari kapal. Dalam video tersebut, puluhan pencari suaka, termasuk anak-anak yang terlihat sangat kurus tengah duduk di lambung kapal dan geladak ketika satu penyelundup berdiri dan memukuli mereka.
Sebuah pertengkaran dimulai. Salah satu penyelundup memegang tali tebal di satu tangannya. Dia mendorong seorang pria Rohingya dan menendangnya.
Kemudian, dia menggunakan apa yang tampak seperti cambuk dengan tangannya yang lain untuk berulang kali mencambuk sekelompok pria bertelanjang dada yang berebut untuk menghindari pemukulan. "Mereka mulai memukuli kami karena kami mengeluh tentang makanannya," kata Mohammad Osman (16 tahun), seorang pengungsi Rohingya, dilansir Aljazirah pada Selasa (15/12).
Osman adalah salah satu pengungsi Rohingya yang diwawancarai di sebuah kamp pengungsi Bangladesh setelah ia selamat dari kapal tersebut. Wawancara ini dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan kantor berita Prancis AFP selama berbulan-bulan dalam jaringan penyelundupan manusia.
"Mereka secara acak memukuli kami hanya karena kami meminta lebih banyak beras dan air," kata Osman.
Tetangga Osman, Enamul Hasan (19 tahun), juga berada di kapal. Dia menceritakan dirinya mengambil ponsel penyeludup setelah salah satu penyelundup meninggalkan kapal selama pemberontakan.
Rekaman kekerasan di atas kapal itu diambil beberapa hari sebelum kapal itu menuju Malaysia kembali ke Bangladesh pada pertengahan April lalu. Kapal telah berangkat pada Februari.
Hasan mengaku ada pemukulan yang tidak terekam yang menyebabkan beberapa pengungsi Rohingya meninggal di tangan penyelundup. "Mereka memukuli kami tanpa ampun, memukuli kepala kami, merobek telinga kami, mematahkan tangan," kata dia.
Hasan dan Osman mengatakan 46 orang di kapal mereka meninggal karena pemukulan, kelaparan dan penyakit, yang menyebabkan kerusakan pada pria, wanita, dan anak-anak yang tewas. AFP tidak dapat secara independen memverifikasi semua rincian dari pernyataan mereka. Namun penumpang ketiga yang selamat secara terpisah menceritakan kembali kejadian serupa.
AFP juga membenarkan bahwa Hasan dan Osman ada dalam rekaman video tersebut. Mereka terlihat berkerumun di antara sekelompok pria yang sedang dipukul.
Hasan memaparkan bagaimana awak kapal, etnis Burma asal Myanmar, akhirnya melarikan diri setelah beberapa penumpang mulai melakukan perlawanan. Para pengungsi awalnya terus memohon untuk dibawa ke darat karena mereka mencoba bertahan hidup dengan jatah beras dan air yang kelaparan.
"Namun penyelundup menyuruh kami tutup mulut dan tidak ada tanah untuk kami. Mereka bilang akan membunuh kami jika kami terus berbicara," kata Hasan.
"Kami menyadari jika ini terus berlanjut, kami semua akan mati. Kami perlu melakukan sesuatu. Kami merasa seperti berada di neraka," ujarnya menceritakan.
Beberapa pengungsi Rohingya di atas kapal kemudian menyerang kru. Mereka mempertaruhkan nyawa mereka. Mereka pun mulai berani mengancam penyelundup jika mereka tidak membawa mereka ke darat.
Menurut Hasan, para kru menanggapi pemberontak dengan mengancam akan membakar kapal. "Mereka terus mengatakan akan membakar kami hidup-hidup sehingga kami kembali diam," kata Hasan.
Sebuah perahu kecil muncul beberapa hari kemudian dan semua kecuali dua penyeludup manusia itu melarikan diri. "Kedua penyelundup itu menyuruh kami untuk tidak memberontak, mereka akan menurunkan kami di mana mereka bisa," kata Hasan.
"Beberapa hari kemudian mereka meninggalkan kami kembali di dekat Bangladesh dan melarikan diri," tukasnya.