REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan negaranya tidak akan membatalkan pembelian sistem rudal S-400 buatan Rusia. Hal itu menyusul dijatuhkannya sanksi kepada Ankara oleh Amerika Serikat (AS).
Dalam wawancara dengan Kanal 24 pada Kamis (17/12), Cavusoglu mengatakan sanksi yang dijatuhkan AS kepada Turki salah secara hukum dan politik. Menurutnya, langkah Washington merupakan serangan terhadap hak kedaulatan negaranya. Dia pun menyebut sanksi AS tidak akan berdampak pada Turki.
Kepala Presidensi Industri Pertahanan Turki (SSB) Ismail Demir turut menyampaikan hal serupa. Dia mengatakan sanksi AS tidak akan mempengaruhi Kementerian Pertahanan Nasional Turki dan Angkatan Bersenjata Turki, termasuk perusahaan pertahanan.
Demir menekankan bahwa AS hanya menjatuhkan sanksi kepada SSB dan empat pejabatnya. Dia pun membela keputusan pembelian sistem rudal S-400. "Sistem pertahanan udara S-400 yang dibeli oleh Turki adalah yang terbaik di kelasnya," ujarnya, dikutip laman Anadolu Agency.
Pada Senin (14/12) lalu, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada SSB karena membeli sistem rudal S-400. Sanksi dijatuhkan di bawah Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Wujud dari sanksi antara lain pelarangan semua lisensi ekspor AS dan otorisasi untuk SSB. AS pun akan membekukan aset dan menerapkan pembatasan visa terhadap Ismail Demir selaku presiden SSB. Terdapat tiga pejabat SSB lainnya yang turut menjadi target sanksi Washington.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan pihaknya telah memperingatkan Turki agar tak melanjutkan proses pembelian S-400. Namun peringatan itu diabaikan. "Sanksi hari ini terhadap SSB Turki menunjukkan bahwa AS akan sepenuhnya menerapkan CAATSA. Kami tidak akan mentoleransi signifikan dengan sektor pertahanan Rusia," kata Pompeo melalui akun Twitter pribadinya tak lama setelah sanksi diumumkan.
Sistem rudal S-400 disebut lebih unggul dibandingkan US Patriot. Para ahli percaya bahwa S-400 dapat mendeteksi dan menembak jatuh target termasuk rudal balistik, jet musuh serta pesawat nirawak (drone) hingga jarak 600 kilometer, pada ketinggian antara 10 meter dan 27 kilometer. S-400 dapat melesat dengan kecepatan maksimum 17 ribu kilometer per jam, sedangkan US Patriot hanya 5.000 kilometer per jam.