REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Raksasa teknologi Alibaba Group Holding Ltd memiliki teknologi pengenalan wajah yang dapat mengidentifkasi orang Uighur. Alibaba mengeklaim teknologi tersebut tidak dimaksudkan untuk disebarkan kepada pelanggan.
Peneliti industri pengawasan yang berbasis di Amerika Serikat (AS), IPVM, dalam laporan yang dirilis pada Rabu (16/12) mengungkapkan perangkat lunak yang mampu mengidentifikasi orang Uighur muncul di layanan moderasi konten Cloud Shield Alibaba untuk situs web.
Alibaba menggambarkan Cloud Shield sebagai sistem yang mendeteksi dan mengenali teks, gambar video, dan suara bermuatan pornografi, politik, terorisme, kekerasan, iklan, dan spam. Teknologi ini kemudian menyediakan verifikasi, penandaan, konfigurasi khusus serta kemampuan lainnya.
Ia pun mampu melakukan tugas-tugas seperti deteksi senyuman, apakah subjeknya "etnis", secara khusus "Apakah ini Uighur". Akibatnya, jika seorang Uighur melakukan streaming langsung video di situs web yang mendaftar ke Cloud Shield, perangkat lunak tersebut dapat mendeteksi bahwa pengguna adalah beretnis Uighur.
Menurut peneliti IPVM Charles Rollet, video yang teridentifikasi sebagai Uighur itu dapat ditinjau atau dihapus. Menurut IPVM penyebut "orang Uighur" pada perangkat lunak itu menghilang ketika laporannya dipublikasikan.
Dalam sebuah pernyataan, Alibaba mengaku kecewa bahwa Alibaba Cloud mengembangkan perangkat lunak pengenalan wajah yang menyertakan etnis sebagai atribut untuk menandai citra video. Alibaba mengeklaim tidak pernah bermaksud perangkat lunak itu digunakan dengan cara demikian. Fiturnya adalah "teknologi uji coba" yang tidak ditujukan untuk pelanggan.
Alibaba tidak menyebut orang Uighur dalam pernyataannya. "Kami telah menghilangkan label etnik dalam penawaran produk kami," kata juru bicara Alibaba kepada Reuters.
China telah dituding melakukan pelanggaran HAM secara terstruktur, sistematis, dan masif di wilayah Xinjiang. Beijing dilaporkan menahan lebih dari satu juta Muslim Uighur di kamp-kamp interniran. Aktivitas indoktrinasi agar mereka memuja pemerintah dan Partai Komunis China (PKC), termasuk Presiden Xi Jinping, dilakukan secara intensif.
China telah membantah semua tudingan dan laporan tersebut. Mereka tak menyangkal keberadaan kamp-kamp di Xinjiang. Namun Beijing mengeklaim mereka bukan kamp penahanan, tapi pusat pendidikan vokasi.
Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.