REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Kamar dagang dan ekonomi Taiwan (TETO) di Indonesia, Sabtu (19/12), menyatakan bahwa larangan masuk bagi pekerja migran Indonesia (PMI) ke wilayahnya bukan suatu keputusan politis. Taiwan berharap dapat menyelesaikan perkara ini dengan badan terkait di Indonesia.
"Perpanjangan periode penangguhan penempatan pekerja migran ke Taiwan adalah semata-mata berdasarkan pertimbangan pencegahan epidemi dan tidak memiliki implikasi politik," tulis Taipei Economic and Trade Office (TETO) dalam keterangannya.
Pernyataan itu disampaikan TETO untuk menanggapi pernyataan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, Kamis (17/12), yang mempertanyakan keputusan Taiwan dalam perpanjangan penangguhan yang akan berlaku tanpa batas waktu yang ditentukan itu.
"Saya berharap keputusan Taiwan ini tidak didorong alasan politis, tetapi lebih ke alasan medis. [...] Kami merasa larangan ini ganjil. [...] Apabila kebijakan itu politis, saya akan merekomendasikan kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk menempatkan PMI kita ke negara lain," kata Benny.
TETO menjawab kejanggalan yang disampaikan oleh Benny, antara lain mengenai jumlah PMI yang dinyatakan positif Covid-19, kebijakan berbeda yang diterapkan kepada negara lain pengirim pekerja migran, dan kemungkinan PMI tertular setibanya di Taipei.
Menurut data otoritas Taiwan, dalam dua bulan terakhir, 127 PMI menyumbang sekitar 50 persen kasus Covid-19 dari total 226 kasus impor yang dilaporkan, dan di antaranya "ada 76 orang yang membawa hasil pemeriksaan PCR negatif dari Indonesia, namun setelah diperiksa di Taiwan dikonfirmasi positif."
Selanjutnya, TETO juga membantah pernyataan Kepala BP2MI tentang kemungkinan tertular Covid-19 di Taipei. Mereka menyebut bahwa wilayah Taiwan sebelumnya tak menemukan kasus penularan lokal selama 240 hari.
"Saat ini Taiwan mewajibkan semua penumpang untuk mengisi formulir pemeriksaan pencegahan epidemi secara online sebelum keberangkatan [...] menghindari sejumlah besar penumpang yang berkumpul karena menunggu di bandara," tulis TETO.
Sebaliknya, TETO menyebut bahwa "peningkatan kasus di Indonesia memunculkan kemungkinan adanya perbedaan hasil pemeriksaan PCR di beberapa rumah sakit di Indonesia, atau kemungkinan PMI tertular saat menunggu keberangkatan ke Taiwan selama 1-3 hari setelah menjalani pemeriksaan PCR di Indonesia."
Untuk itu, otoritas Taiwan meminta otoritas terkait di Indonesia memberikan rekomendasi lembaga untuk uji PCR, sebanyak 50 dari daftar 500 lembaga yang disetujui Kementerian Kesehatan RI.
"Selain itu, Taiwan akan terus meneliti apakah terdapat perbedaan standar dan reagen dalam pemeriksaan PCR antara Taiwan dan Indonesia, serta menilai kelayakan pemeriksaan PCR saat tiba di bandara Taiwan," kata TETO.
Sementara itu, BP2MI menegaskan pihaknya akan mengajak TETO untuk bertemu membicarakan hal itu pada pekan depan, setelah peringatan Hari Buruh Migran Sedunia yang jatuh pada 18 Desember kemarin. Pihak Taiwan pun berhadap bahwa masalah ini dapat diselesaikan bersama-sama secara baik dan kooperatif.
"Pemerintah Taiwan bersedia untuk membuka kembali penempatan PMI ke Taiwan setelah Taiwan dan Indonesia mencapai konsensus tentang langkah-langkah pencegahan epidemi," kata TETO.