Selasa 22 Dec 2020 15:42 WIB

Rusia dan Rwanda Kirimkan Bantuan Militer ke Afrika Tengah

Pengiriman bantuan dilakukan menjelang pemilihan umum di Afrika Tengah

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Republik Afrika Tengah
Foto: africannews
Republik Afrika Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, BANGUI -- Rwanda dan Rusia mengirimkan pasukan dan pasokan militer ke Republik Afrika Tengah untuk membantu negara itu mengatasi lonjakan kekerasan yang dipicu pemberontakan. Sumber pemerintah dan keamanan mengatakan pengiriman bantuan ini dilakukan menjelang pemilihan umum.

Pasukan keamanan dan penjaga perdamaian PBB sudah bertempur di kota-kota dan jalan-jalan luar ibu kota yang dikuasai pemberontak. Pihak berwenang menuduh mantan presiden Francois Bozize yang pencalonannya ditolak komisi pemilihan umum, merencanakan kudeta dengan sejumlah milisi bersenjata.

Baca Juga

Partai juru bicara KNK yang dipimpin Bozize membantah tuduhan tersebut. Presiden Faustin-Archange Touadera yang maju untuk periode berikutnya mulai berkuasa pada 2016 lalu setelah Bozize digulingkan pemberontak tiga tahun sebelumnya.

Ia masih kesulitan untuk mengembalikan stabilitas dan sebagian wilayah masih di luar kendali pemerintah. Senin (21/12) Pemerintah Republik Afrika Tengah mengatakan Rwanda dan Rusia 'mengambil langkah untuk memberikan bantuan efektif'. Bantuan tersebut sudah tiba di negara itu.

Kementerian Pertahanan Rwanda mengkonfirmasi telah mengirimkan bantuan. Rusia yang sebelumnya mengirimkan senjata dan kontraktor militer ke Republik Afrika Tengah Ingin memperkuat pengaruhnya di Afrika.

Moskow tidak memberikan komentar mengenari laporan media mereka telah mengirimkan pasukan dan bantuan militer. Namun, salah satu sumber pasukan keamanan di Bangui mengatakan pesawat Rusia yang membawa personil dan pasokan militer sudah tiba di Republik Afrika Tengah.

Juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov mengatakan Rusia mengkhawatirkan situasi di Republik Afrika Tengah 'dengan serius'. Touadera memiliki hubungan baik dengan Moskow dan salah satu penasihat keamanannya orang Rusia.

Pasukan perdamaian PBB misi MINUSCA mengatakan ada sedikit 'ketenangan' di kota Yaloke setelah kelompok bersenjata melakukan serangan pada akhir pekan lalu. Sumber dari organisasi kemanusiaan dan pasukan keamanan mengatakan kota Mbaiki juga mulai tenang.

Amerika Serikat (AS), Prancis, dan Rusia juga menuduh Bozize ingin mengganggu proses pemilihan umum. Pekan lalu Facebook mengatakan akun penyebar informasi palsu dalam bahasa Prancis dan Rusia berusaha memecah belah pengguna internet menjelang pemilihan presiden dan parlemen. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement