REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pengadilan Istanbul telah menjatuhkan hukuman in absentia 27 tahun dan enam bulan penjara kepada jurnalis Turki Can Dundar, Rabu (23/12). Dia dinilai terbukti telah melakukan spionase dan membantu organisasi teroris bersenjata.
Tim pengacara Dundar menolak menghadiri sidang terakhirnya kliennya. Menurut mereka, putusan tersebut politis dan telah dirancang sebelumnya.
"Kami tidak ingin menjadi bagian dari praktik untuk melegitimasi keputusan politik yang telah diputuskan sebelumnya," kata tim pengacara Dundar dalam sebuah pernyataan.
Dundar pun sangat menyayangkan vonis yang dijatuhkan padanya. "Sangat menyedihkan dan aneh kami tahu seperti apa putusan dalam kasus saya sebelum kasus itu berakhir. Tidak ada cara untuk membela diri di Turki lagi karena hakim serta pengadilan tidak dapat dipercaya," katanya kepada The Guardian.
Pada 2016, Dundar melarikan diri dan tinggal di Jerman. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas turut mengkritik keputusan terhadap Dundar. "Jurnalisme bukanlah kejahatan tapi layanan yang sangat diperlukan bagi masyarakat, bahkan dan terutama ketika ia terlihat secara kritis dan investigatif di jari mereka yang berkuasa," ujar Maas.
Pengadilan Turki menunda vonis terhadap Dundar awal bulan ini. Hal itu karena tim pengacara Dundar meminta agar hakim diganti untuk memastikan persidagan yang adil.
Pengadilan Istanbul telah menyatakan Dundar sebagai buronan dan menyita semua asetnya di Turki. Dundar adalah mantan pemimpin redaksi surat kabar Cumhuriyet.
Pada 2016, dia dan koleganya Erdem Gul dihatuhi hukuman lima tahun penjara. Vonis diberikan karena mereka merilis video yang dimaksudkan menunjukkan intelijen Turki mengangkut senjata ke Suriah. Namun kala itu Dundar dan Gul dibebaskan sambil menunggu banding.
Bagi para kritikus Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Dundar telah menjadi simbol dari pihak yang mengalami penindasan otoritas terhadap kebebasan pers. Hal itu terutama sejak upaya kudeta yang gagal pada 2016.