Selasa 05 Jan 2021 18:04 WIB

China: AS Harus Didorong Kembali ke Kesepakatan Nuklir Iran

China prihatin atas rencana Iran memperkaya uranium hingga 20 persen

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Bendera China.
Foto: ABC News
Bendera China.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengatakan masalah kesepakatan nuklir Iran berada pada titik kritis dan sangat kompleks. Untuk mengurainya, semua pihak harus mendorong Amerika Serikat (AS) kembali ke dalam perjanjian dan menghapus sanksi terhadap Iran.

"Tugas mendesak yang ada adalah agar semua pihak mendorong AS untuk kembali tanpa syarat ke perjanjian dan menghapus semua sanksi yang relevan (terhadap Iran)," kata Hua dalam konferensi pers pada Selasa (5/1).

Baca Juga

China, kata dia, juga cukup prihatin atas rencana Iran yang hendak memperkaya uraniumnya hingga 20 persen. "China mendesak semua pihak untuk bersikap tenang dan menahan diri, untuk tetap berpegang pada komitmen perjanjian dan menahan diri dari mengambil tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan, sehingga memberi ruang bagi upaya diplomatik serta perubahan situasi," ujarnya.

Rencana Iran memperkaya uraniumnya hingga 20 persen diumumkan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). "Iran telah memberi tahu IAEA bahwa pihaknya mematuhi undang-undang yang baru-baru ini disahkan oleh parlemen negara itu. Organisasi Energi Atom Iran bermaksud untuk memproduksi uranium yang diperkaya rendah (LEU) hingga 20 persen di Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Fordow," kata IAEA dalam sebuah pernyataan pada Jumat (1/1) pekan lalu.

Sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan dia yakin pemerintahan AS mendatang akan kembali ke kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Dia pun optimistis Washington bakal mencabut sanksi yang melumpuhkan perekonomian negaranya.

“Saya yakin bahwa perlawanan tiga tahun rakyat Iran akan membujuk pemerintah Amerika di masa depan untuk kembali pada komitmennya dan sanksi akan dipatahkan,” kata Rouhani pada 17 Desember lalu.  

Rouhani sempat mengatakan negaranya senang dengan akan berakhirnya pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Namun dia pun tak terlalu menyambut pemerintahan presiden terpilih Joe Biden. "Kami tidak terlalu senang dengan kedatangan Biden, tapi kami sangat senang dengan kepergian Trump," kata Rouhani dalam pertemuan kabinet pada 16 Desember.

Iran memiliki hubungan cukup sengit dengan AS di bawah pemerintahan Trump. Salah satu penyebabnya adalah JCPOA. Pada 2018, Trump memutuskan menarik negaranya dari perjanjian tersebut. Menurut dia, JCPOA adalah kesepakatan terburuk dalam sejarah karena tidak turut mengatur program rudal balistik Iran dan perannya di kawasan. Sejak mundur dari perjanjian itu, AS kembali menjatuhkan sanksi ekonomi berlapis terhadap Iran.

Trump kemudian meminta JCPOA direvisi dengan imbalan pencabutan sanksi, tapi Iran dengan tegas menolak. Joe Biden telah mengutarakan keinginannya untuk membawa AS bergabung kembali dengan JCPOA. Dia menyebut hal itu menjadi salah satu prioritas pemerintahannya yang akan datang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement