REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Juru bicara pemerintah Jepang mengatakan, negaranya sangat prihatin soal pengumuman Iran yang akan kembali melakukan pengayaan uranium hingga 20 persen. Pada Senin (4/1), pemerintah Iran mengumumkan secara resmi bahwa pihaknya melanjutkan upaya memperkaya uranium di situs nuklirnya di Fordow.
"Pemerintah memiliki keprihatinan yang kuat tentang langkah ini, yang merupakan pelanggaran perjanjian nuklir," kata Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato kepada wartawan.
Badan pengawas nuklir PBB mengkonfirmasi bahwa Iran telah memulai proses pengayaan uranium hingga kemurniaan 20 persen di situs Fordow. "Iran hari ini mulai memproduksi uranium yang telah diperkaya hingga 4,1 persen U-235 ke dalam enam kaskade sentrifugal di Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Fordow untuk pengayaan lebih lanjut hingga 20 persen," kata International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam sebuah pernyataan pada sebuah laporan yang dikirim ke negara anggota.
Langkah Teheran dapat menghalangi upaya untuk menyelamatkan pakta nuklir 20215 karena pelanggarannya semakin mengkhawatirkan beberapa pihak dari kesepakatan itu. Sejumlah negara juga telah mendesak Iran untuk bertindak secara bertanggung jawab. Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menuduh Iran melakukan "pemerasan nuklir."
Di Brussel, juru bicara Komisi Uni Eropa mengatakan bahwa langkah Iran tersebut, jika dikonfirmasi, akan menjadi penyimpangan yang cukup besar dari komitmen Iran. Di Yerusalem, Netanyahu mengatakan keputusan pengayaan Iran dapat dijelaskan hanya sebagai upaya untuk terus melaksanakan niatnya untuk mengembangkan program nuklir militer. "Israel tidak akan mengizinkan Iran memproduksi senjata nuklir," kata pemerintah Israel.
Keputusan pengayaan Iran itu juga bertepatan dengan meningkatnya ketegangan antara Iran dan AS pada hari-hari terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump. Teheran mulai melanggar kesepakatan nuklir pada 2019 sebagai tanggapan penarikan AS oleh Donald Trump dari kesepakatan tersebut pada 2018.