REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Eropa Hans Kluge mendesak negara-negara di kawasan yang meluncurkan vaksin Pfizer-BioNTech agar fleksibel pada waktu penyuntikan antara dosis pertama dan kedua.
Komentar Kluge muncul ketika beberapa negara, termasuk Inggris, berusaha untuk menangani pasokan vaksin yang rendah dengan memperpanjang jarak antara dosis pertama dan kedua hingga 12 minggu, dan dengan mempertimbangkan dosis volume yang lebih rendah dari beberapa suntikan.
Kluge menyatakan pentingnya untuk mencapai keseimbangan antara memanfaatkan persediaan yang terbatas dan melindungi orang sebanyak mungkin.
"Penting bahwa keputusan seperti itu mewakili kompromi yang aman antara kapasitas produksi global yang terbatas saat ini, dan keharusan bagi pemerintah untuk melindungi sebanyak mungkin orang sambil mengurangi beban gelombang berikutnya pada sistem kesehatan," kata dia dalam pengarahan media, Kamis (7/1).
Proposal untuk memperpanjang jarak antara dosis pertama dan kedua telah menimbulkan perdebatan sengit di antara para ilmuwan. Pfizer dan BioNTech telah memperingatkan bahwa mereka tidak memiliki bukti bahwa vaksin mereka akan terus melindungi jika dosis kedua diberikan lebih dari 21 hari setelah yang pertama.