REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kalangan anggota Kongres Amerika Serikat dari kubu Partai Demokrat pada Jumat mempertimbangkan upaya memakzulkan Presiden Donald Trump untuk kedua kalinya.
Pertimbangan itu dilakukan dua hari setelah massa pendukung Trump menyerbu gedung Kongres AS, Capitol.
Trump melancarkan klaim tanpa bukti bahwa pemilihan presiden, diwarnai kecurangan. Para pemimpin Demokrat di Kongres, termasuk Ketua DPR Nancy Pelosi dan Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer menyerukan agar proses pemakzulan segera dilakukan jika Wakil Presiden Mike Pence dan kabinet Trump menolak mengambil langkah-langkah untuk menggulingkan Trump dari kekuasaan.
"Tindakan presiden berbahaya dan menghasut, dia harus segera dicopot dari jabatannya," kata mereka dalam sebuah pernyataan pada Kamis (7/1) malam. Mereka menganggap Trump menghasut "pemberontakan."
Terancam dimakzulkan, Trump merilis video. Dalam video itu, ia mengecam kekerasan di Gedung Capitol tersebut yang menyebabkan lima orang tewas.
Presiden asal Partai Republik itu juga menunjukkan sikap yang paling mendekati pengakuan kekalahannya dalam pilpres 3 November. Trump menjanjikan untuk memastikan peralihan yang mulus ke "pemerintahan baru".
Presiden terpilih Joe Biden, asal Partai Demokrat, akan dilantik pada 20 Januari.
Kata-kata Trump sangat kontras dengan pidatonya pada Rabu (6/1), yaitu ketika ia mendesak ribuan orang untuk mendatangi Gedung Capitol saat Kongres melakukan sidang untuk mengesahkan kemenangan Biden sebagai presiden.
Para perusuh menyerbu gedung hingga membuat polisi kewalahan dan memaksa pihak berwenang untuk menggiring para anggota parlemen ke lokasi yang aman demi keselamatan mereka sendiri. Seorang polisi Capitol meninggal karena luka-luka yang dideritanya dalam serangan itu.
Selain itu, seorang perempuan pengunjuk rasa tewas ditembak oleh pihak berwenang, dan tiga orang meninggal karena keadaan darurat medis.
FBI menawarkan imbalan hingga 50 ribu dolar AS (sekitar Rp701 juta) bagi siapa pun yang bisa memberikan informasi tentang orang-orang yang menempatkan bom pipa di markas besar dua partai politik utama AS.