REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), pada Kamis (4/2) menyerukan pembebasan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar, dan tokoh lain yang ditahan militer. Namun, DK PBB tidak mengecam kudeta yang terjadi Senin (1/2) lalu.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disepakati melalui konsensus, yang menekankan perlunya Myanmar menegakkan demokrasi. "Menekankan perlunya menegakan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental, dan supremasi hukum," ujar pernyataan DK PBB.
Bahasa dalam pernyataan yang resmi dikeluarkan itu lebih lembut daripada draf asli yang disusun oleh Inggris. Pernyataan baru ini juga tidak menyebutkan kudeta, sebab tampaknya untuk mendapatkan dukungan dari China dan Rusia, yang secara tradisional melindungi Myanmar dari tindakan dewan yang signifikan. China juga memiliki kepentingan ekonomi yang besar di Myanmar dan hubungan dengan militer.
Misi China untuk PBB mengatakan, Beijing berharap pesan utama dalam pernyataan itu dapat diperhatikan oleh semua pihak dan mengarah pada hasil yang positif di Myanmar. Namun demikian, Reuters tidak dapat segera menghubungi pemerintah Myanmar untuk dimintai komentar.