REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Paus Fransiskus mengungkapkan solidaritas bagi rakyat Myanmar yang tengah menentang kudeta militer di negaranya. Dia meminta para pemimpin di Myanmar melayani kebaikan bersama dan mencari harmoni demokratis.
Saat berpidato di Lapangan Santo Petrus pada Ahad (7/2), Paus Fransiskus mengatakan, dia mengikuti situasi di Myanmar dengan keprihatinan mendalam. “Dalam momen yang sangat peka ini, saya ingin sekali lagi memastikan kedekatan spiritual saya, doa-doa saya, dan solidaritas saya dengan masyarakat Myanmar,” ujarnya.
“Saya berdoa agar mereka yang memegang posisi tanggung jawab di negara ini menunjukkan kesediaan yang tulus untuk melayani kebaikan bersama, mempromosikan keadilan sosial dan stabilitas nasional untuk hidup berdampingan yang harmonis dan demokratis,” kata Paus Fransiskus.
Pada Ahad lalu, puluhan ribu warga Myanmar turun ke jalan untuk memprotes kudeta yang dilakukan militer terhadap pemerintahan sipil negara tersebut. Massa pun menyerukan pembebasan pemimpin partai National League for Democracy (NLD) Aung San Suu Kyi. Demonstrasi itu merupakan yang terbesar sejak Revolusi Saffron pada 2007 yang membuka jalan pada reformasi demokrasi.
Pada 1 Januari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior NLD.
Baca juga : Partai Suu Kyi Minta PBB tak Akui Pemerintah Militer Myanmar
Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.
Militer Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat yang bakal berlangsung selama satu tahun. Sepanjang periode itu, militer akan mengontrol jalannya pemerintahan. Pemilu bakal digelar kembali setelah keadaan darurat usai.