REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON --- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyetujui perintah eksekutif untuk mnjatuhkan sanksi baru terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer di Myanmar. Biden juga menegaskan tuntutannya agar para jenderal menyerahkan kekuasaan dan membebaskan para pemimpin sipil.
Biden mengatakan, perintah itu memungkinkan pemerintahannya untuk segera memberi sanksi kepada para pemimpin militer yang mengarahkan kudeta, kepentingan bisnis mereka, serta anggota keluarga dekat. Washington akan mengidentifikasi target putaran pertama pada pekan ini dan mengambil langkah untuk mencegah para jenderal Myanmar memiliki akses ke dana pemerintah Myanmar yang disimpan di AS senilai 1 miliar dolar AS.
“Kami juga akan memberlakukan kontrol ekspor yang kuat. Kami membekukan aset AS yang menguntungkan pemerintah Burma, sambil mempertahankan dukungan kami untuk perawatan kesehatan, kelompok masyarakat sipil, dan area lain yang secara langsung menguntungkan rakyat Burma," kata Biden di Gedung Putih.
“Kami akan siap untuk memberlakukan tindakan tambahan dan kami akan terus bekerja dengan mitra internasional kami untuk mendesak negara lain untuk bergabung dengan kami dalam upaya ini," ujar Biden menambahkan.
Kudeta militer terjadi di Myanmar pada 1 Februari yang menggulingkan pemerintahan sipil. Militer menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan sejumlah tokoh politik berpengaruh lainnya. Selain itu, militer sempat mematikan layanan internet untuk membungkam kritik para aktivis dan masyarakat di media sosial. Kudeta militer tersebut menuai kecaman dan aksi protes besar-besaran di Myanmar.
Baca juga : MUI Khawatir Muslim Rohingya Terdampak Kudeta Myanmar
Militer membenarkan pengambilalihan tersebut dengan mengatakan pemilu 8 November yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi adalah penipuan. Komisi Pemilihan Umum Myanmar menolak tuduhan tersebut.