REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Ned Price mengatakan AS 'terganggu' dengan laporan mengenai dakwaan baru terhadap pemimpin negara tersebut Aung San Suu Kyi. Dakwaan tersebut memungkinkan dia ditahan tanpa batas waktu tanpa pengadilan.
"Seperti yang presiden telah katakan pengambilalihan kekuasaan militer serangan langsung transisi negara menuju demokrasi dan supremasi hukum," kata Price, Rabu (17/2).
Sejak kudeta 1 Februari lalu militer menahan Suu Kyi dan sejumlah politisi terpilih lainnya. Pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zhaw mengatakan, setelah bertemu hakim di pengadilan ibu kota Naypyitaw, kliennya didakwa melanggar Pasal 25 Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam.
Pasal tersebut telah digunakan untuk menuntut para pelanggar pembatasan virus Corona. Hukuman maksimal untuk pelanggaran pembatasan Covid-19 adalah tiga tahun penjara.
Namun dakwaan baru memungkinkan Suu Kyi ditahan tanpa batas waktu yang ditentukan tanpa persidangan. Sebab junta militer mengubah KUHP pekan lalu. Perubahan memungkinkan penahanan tanpa izin pengadilan.
Sebelumnya Suu Kyi telah didakwa atas kepemilikan walkie-talkie ilegal. Sementara itu demonstrasi menuntut pembebasan Suu Kyi masih terus berlangsung di beberapa kota di Myanmar.
Di Yangon, polisi memblokir jalan di depan Bank Sentral, yang menjadi sasaran pengunjuk rasa. Telah beredar rumor di jejaring media sosial bahwa militer berusaha menyita uang mereka.