REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dirilis Selasa (23/2), menyatakan jumlah warga sipil yang meninggal dan terluka dalam kekerasan di Afghanistan yang dilanda perang turun 15 persen pada 2020 dibandingkan tahun 2019. Namun, penurunan itu masih tetap menempatkan Afganistan sebagai negara paling mematikan bagi warga sipil.
"Laporan penting ini memiliki tujuan utama untuk memberikan fakta dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab, sehingga mereka segera mengambil langkah konkret untuk melindungi warga sipil," kata Lyons.
Jumlah keseluruhan korban sipil pada 2020 sebanyak 8.820, termasuk 3.035 meninggal dan 5.785 lainnya luka-luka. Jumlah itu turun di bawah 10.000 untuk pertama kalinya sejak 2013.
"Tahun 2020 bisa menjadi tahun perdamaian di Afghanistan. Sebaliknya, ribuan warga sipil Afghanistan meninggal karena konflik," kata perwakilan khusus Sekjen PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons.
Laporan itu menyalahkan 62 persen korban pada pasukan anti-pemerintah pada 2020 dengan Taliban bertanggung jawab atas sebagian besar atau 46 persen. Sedangkan, ISIS bertanggung jawab atas 8 persen.
Pasukan pro-pemerintah menyebabkan seperempat dari semua korban sipil, sebanyak 2.231 jiwa. Jumlah itu termasuk 841 meninggal dan 1.390 luka-luka, penurunan 24 persen dari 2019. Sedangkan pasukan keamanan nasional Afghanistan menyebabkan sebagian besar dari jumlah tersebut, yaitu 22 persen dari total.
Laporan tersebut menemukan bahwa Taliban menyebabkan 19 persen lebih sedikit korban sipil daripada pada 2019 dan ISIS menyebabkan 45 persen lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Pertempuran darat adalah penyebab utama korban sipil pada 2020.