REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sri Lanka mengundang perwakilan militer Myanmar ke pertemuan para menteri luar negeri Asia. Namun Sri Lanka membantah bahwa undangan tersebut merupakan isyarat bahwa pihaknya mendukung kudeta militer di Myanmar.
Sri Lanka mengundang menteri luar negeri militer Wunna Maung Lwin ke pertemuan Bay of Bengal Initiative for Multi-Sectoral Technical and Economic Cooperation (BIMSTEC ), yang dijadwalkan pada akhir Maret. Menteri Luar Negeri Sri Lanka Jayanath Colombage mengatakan, pihaknya mengundang menteri luar negeri militer Myanmar karena negara itu masih tercatat sebagai anggota BIMSTEC. BIMSTEC adalah sekelompok negara yang terdiri dari Bangladesh, Bhutan, India, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, dan Thailand yang bergantung pada Teluk Benggala.
“Itu tidak berarti kami telah menerima pemerintahan militer Myanmar. Kami belum mengambil sikap tentang itu," ujar Colombage.
Tagar "ProtestSriLanka" mulai menjadi tren di kalangan warganet Myanmar yang menentang kudeta. Pengunjuk rasa Myanmar meminta negara-negara di seluruh dunia untuk menolak kepemimpinan militer.
“Setiap negara di dunia perlu memahami dengan jelas bahwa kudeta di Myanmar belum selesai, ini masih percobaan kudeta,” kata aktivis yang berbasis di Myanmar, Thinzar Shunlei Yi.
“Jadi saya minta para aktivis Sri Lanka untuk memberikan tekanan kepada pemerintah Sri Lanka agar tidak mengundang junta militer karena mereka bukan pemerintah Myanmar yang sah,” ujar Thinzar Shunlei Yi.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari, dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi serta sebagian besar kabinetnya. Kudeta ini menimbulkan aksi protes besar-besaran di Myanmar. Militer menggunakan kekuatan maksimal untuk menghadapi para demonstran. Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sedikitnya 60 orang tewas dalam aksi protes yang berlangsung di seluruh Myanmar.