REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Ketua The International Institute of Islamic Thought (IIIT) Dato' Seri Anwar Ibrahim menilai minat dan pemahaman karya-karya besar ulama Buya Hamka (Prof Dr H Abdul Malik Karim Amrullah) generasi sekarang tidak sehebat generasi-generasi dahulu. Oleh karena itu, harus dikumandangkan kembali.
"Seminar ini wajar dilaksanakan karena minat dan kepahaman karya-karya besar Buya Hamka tidak sepintar atau sehebat generasi-generasi dahulu. Ini harus dikumandangkan kembali," ujar Anwar Ibrahim dalam seminar Pemikiran Buya Hamka di Alam Melayu di Kuala Lumpur, Sabtu.
Presiden PKR ini mengaku telah mencoba mengkhatamkan (menamatkan) karya opus Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, saat pertama kali dipenjara menjadi tahanan politik. "Kalau menukil dari opus Buya Hamka, Tafsir al-Azhar, yang saya coba khatam saat saya masih di penjara, kali pertama, tahanan politik, tahun 1970-an. Saya terkesan karena humility (rendah hati), dan rasa tawadhu," katanya.
Anwar Ibrahim juga menyebutkan karya Buya Hamka sering mengutip pantun dalam budaya Minangkabau. "Berlayar ke Pulau Bekal bawa si raut dua-tiga, kalau ilmu panjang sejengkal, jangan laut hendak diduga," ujarnya.
"Saat saya dalam tahanan, Presiden ABIM mengusulkan agar saya menerjemahkan Tafsir Al-Azhar dalam bahasa Inggris, namun saya rasa amat sukar karena Buya Hamka sastrawan sehingga untuk menerjemahkan pantun sukar sekali," katanya.
Anwar Ibrahim mengenal karya Buya Hamka melalui ibunya yang banyak menikmati karya sastranya seperti Tenggelamnya Kapal Van Derwijk, Merantau Ke Deli, Tuan Direktur, kemudian masuk ke Tasawuf Moderen dan Tafsir Al-Azhar.
Anwar juga bercerita dalam sebuah forum setelah Revolusi Iran, Buya Hamka memberikan dukungan, namun mulai memunculkan rasa kegelisahan karena melihat sosok yang agak ekstrem yang menyulitkan hubungan Iran dengan negara-negara Islam lain.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir mengatakan, dia takjub karena banyak tokoh dan pemuka Malaysia begitu akrab serta bersahabat dengan pemikiran Buya Hamka yang mungkin melebihi masyarakat Indonesia. "Beliau juga tokoh Muhammadiyah spesial, seperti disampaikan Ananda Ahmad Farhan Rosli (Presiden Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia), yang menghadirkan pemikiran dan sikap yang damai tetapi kritis, berpikiran maju, dan progresif," katanya.
Pembicara lain pada webinar tersebut adalah Prof Dato' Dr Siddiq Fadzil, Ketua Institut Darul Ehsan (IDE), Prof Dato Dr Wan Sabri Wan Yusof (Universiti Sultan Azlan Shah), Afif Hamka (putera ke-9 Buya Hamka), Prof Madya Dr Syed Khairudin Al-Junied (National University of Singapore), Dr Norazlan Hadi Yaacob (Universiti Pendidikan Sultan Idris), dan Prof Dato' Dr Mohammad Redzuan Othman (Direktur Eksekutif Institut Darul Ehsan).
Seminar diselenggarakan oleh Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM), Institut Darul Ehsan (IDE), Persekutuan Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), The International Institute of Islamic Thought (IIIT) dan, HAMKA Center.