REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, memutuskan untuk tidak memberikan hukuman bagi Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman (MBS). Penguasa de facto Arab Saudi ini sebelumnya diduga menjadi dalang atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Dalam wawancara ABC News tayang pada Rabu (17/3), presiden AS membahas keputusan pemerintahannya untuk membebaskan MBS dari hukuman atas kasus Oktober 2018. Bulan lalu, pemerintahan Biden merilis laporan intelijen AS yang tidak diklasifikasikan menyimpulkan bahwa putra mahkota memberi wewenang kepada tim pejabat keamanan dan intelijen Saudi yang membunuh Khashoggi.
"Kami meminta pertanggungjawaban semua orang dalam organisasi itu, tetapi bukan putra mahkota, karena kami tidak pernah, yang saya sadari… ketika kami memiliki aliansi dengan suatu negara, pergi ke penjabat kepala negara dan menghukum orang itu dan mengucilkannya," kata Biden dalam komentar publik pertama tentang keputusan pemerintahannya.
Washington mengakui bahwa kepala negara atau pemerintahan yang melayani harus diberikan kekebalan dari penuntutan berdasarkan hukum internasional. Namun, ayah MBS, Raja Salman, tetap menjadi kepala negara Arab Saudi dan AS tidak pernah secara resmi memberikan kekebalan kepada penjabat kepala negara.
Seperti dikutip dari The Guardian, AS tidak memiliki perjanjian yang mengikat dengan Arab Saudi. Kerajaan tersebut bukanlah salah satu negara Arab yang ditunjuk sebagai sekutu utama non-NATO. AS sering menyebut kerajaan itu sebagai mitra strategis karena produksi minyaknya, statusnya sebagai penyeimbang regional terhadap Iran, dan kerja sama kontraterorismenya.
AS telah memberlakukan pembatasan visa dan hukuman pada agen Saudi yang membunuh serta memutilasi Khashoggi di dalam Konsulat Saudi di Istanbul. Namun, pernyataan Biden terhadap MBS adalah perubahan dari kampanyenya.
Biden sebelumnya berbicara dengan pedas tentang keluarga kerajaan dan mengatakan ingin membuat Arab Saudi mendapatkan posisi di bawah untuk pembunuhan dan pelanggaran lainnya.