REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING --- Amnesty Internasional mengatakan, China secara paksa telah memisahkan keluarga warga Uighur dengan membawa anak-anak mereka ke panti asuhan. Dalam laporannya, Amnesty Internasional meminta Cina untuk membebaskan semua anak-anak Uighur yang dibawa ke panti asuhan tanpa persetujuan keluarga.
Amnesty Internasional telah berbicara dengan para orang tua yang meninggalkan anak-anak mereka dengan kerabat di China, ketika mereka terpaksa meninggalkan negara itu. Karena akses ke Xinjiang sangat dibatasi oleh orang China, Amnesti Internasional berbicara kepada orang Uighur yang dapat melarikan diri dari Xinjiang sebelum penindasan terhadap orang-orang Uighur meningkat pada 2017.
Mihriban Kader dan Ablikim Memtinin melarikan diri dari Xinjiang ke Italia pada 2016, setelah diusik oleh polisi dan ditekan untuk menyerahkan paspor mereka. Mihriban dan Ablikim meninggalkan empat anak mereka bersama kakek-neneknya. Tetapi nenek mereka dibawa ke kamp penahanan sementara kakek mereka diinterogasi oleh polisi.
"Kerabat kami yang lain tidak berani menjaga anak-anak saya setelah apa yang terjadi pada orang tua saya. Mereka takut dikirim ke kamp juga," ujar Mihriban, dilansir BBC, Sabtu (20/3).
Pada November 2019, Mihriban dan Ablikim menerima izin dari pemerintah Italia untuk membawa anak-anak mereka. Tetapi anak-anak tersebut ditangkap oleh polisi China dalam perjalanan dan dikirim ke panti asuhan yang dikelola negara.
"Sekarang anak-anak saya berada di tangan pemerintah China dan saya tidak yakin saya akan dapat bertemu mereka lagi selama hidup saya," kata Mihriban.
Pemerintah China juga menghadapi tuduhan berbagai pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya, termasuk kerja paksa, sterilisasi paksa, pelecehan seksual dan pemerkosaan. Amnesty Internasional mengatakan, China telah menahan lebih dari satu juta orang Uighur di kamp-kamp interniran di Xinjiang.
Pemerintah Cina berulang kali membantah bahwa mereka telah melakukan kekerasan terhadap orang Uighur. Pemerintah mengatakan, kamp-kamp itu adalah fasilitas pendidikan untuk memerangi terorisme.