REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Para penentang pemerintahan militer di Myanmar menjadikan telur Paskah sebagai simbol pembangkangan pada Ahad (4/3). Mereka mengunggah gambar telur dengan slogan setelah semalaman menyalakan lilin di seluruh negeri untuk mengenang para korban yang terbunuh sejak kudeta 1 Februari.
Para penentang kekuasaan militer sering melancarkan kampanye pembangkangan sipil dan mengatur pertunjukan pembangkangan dadakan yang seringkali kreatif. Gerakan terbaru dengan memanfaatkan telur Paskah.
Pesan-pesan termasuk "Kita Harus Menang", "Revolusi Musim Semi" dan "Keluar MAH" dilukis di atas telur dalam foto-foto di media sosial. MAH mengacu pada singkatan nama pemimpin junta Min Aung Hlaing.
Militer melancarkan kampanyenya sendiri untuk mengontrol arus informasi dan mengatur pesan yang tersebar. Pemerintah memerintahkan penyedia internet untuk memotong broadband nirkabel sejak beberapa hari lalu, meskipun beberapa pesan dan gambar masih dapat diunggah dan dibagikan.
Pihak berwenang juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk hampir 40 selebriti yang dikenal menentang aturan militer, termasuk influencer media sosial, penyanyi, dan model. Mereka terkena undang-undang yang melarang pemicu perbedaan pendapat di angkatan bersenjata. Tuduhan tersebut dapat dikenakan hukuman penjara tiga tahun.
Salah satu terdakwa adalah blogger Thurein Hlaing Win. Dia mengatakan, terkejut melihat dirinya dicap sebagai penjahat di televisi dan saat ini sedang bersembunyi.
"Saya tidak melakukan hal buruk atau jahat. Saya berdiri di sisi kebenaran. Saya mengikuti jalan yang saya yakini. Antara kebaikan dan kejahatan, saya memilih yang baik," kata Thurein Hlaing Win
"Jika saya dihukum karena itu, hati nurani saya bersih. Keyakinan saya tidak akan berubah. Semua orang tahu yang sebenarnya," kata Thurein Hlaing Win.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan 2.658 orang ditahan dengan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 557 orang. "Orang-orang di seluruh Burma terus menyerang untuk mengakhiri kediktatoran, untuk demokrasi dan hak asasi manusia," kata kelompok aktivis yang memantau korban dan penangkapan sejak militer menggulingkan Aung San Suu Kyi dari pemerintahan terpilih.