REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Presiden Israel Reuven Rivlin berencana pada Selasa (6/4) mengumumkan kandidat untuk mencoba membentuk pemerintahan setelah konsultasi dengan partai-partai politik yang dilakukannya memungkinkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memperoleh dukungan paling banyak. Namun, Rivlin memiliki keleluasaan hukum yang luas dalam menentukan pilihannya.
Dia mengatakan pada Senin (5/4) bahwa "pertimbangan etis" dapat ikut bermain. Ia jelas merujuk pada tiga kasus korupsi yang terkait Netanyahu. Pemilu Israel pada 23 Maret, yang keempat dalam dua tahun, berakhir dengan kegagalan, baik sayap kanan maupun blok agama yang dipimpin Netanyahu ataupun calon aliansi dari lawan-lawannya memenangkan mayoritas parlemen.
Kebuntuan politik tetap tidak teratasi setelah Rivlin melakukan diskusi maraton dengan perwakilan dari semua partai yang merebut kursi di badan legislatif. Seorang juru bicara Rivlin mengatakan, putaran konsultasi telah berakhir dan presiden akan memberikan keputusannya pada Selasa.
Netanyahu menerima rekomendasi dari 52 anggota parlemen dari 120 anggota Knesset. Politisi sentris dan mantan menteri keuangan Yair Lapid dari partai Yesh Atid memperoleh 45 dukungan dan mantan menteri pertahanan Naftali Bennett dari partai sayap kanan Yamina mendapat tujuh dukungan. Tiga partai, dengan total 16 kursi parlemen, menolak dalam pertemuan mereka dengan Rivlin untuk mencalonkan kandidat mana pun.
Netanyahu telah mendesak Bennett dan mantan sekutu lainnya, Gideon Saar, yang mendirikan partai sayap kanan New Horizon setelah meninggalkan Likud yang konservatif dari perdana menteri, agar bergabung dengannya untuk memecahkan kebuntuan. Bennett tidak berkeinginan untuk kembali bekerja sama dengan Netanyahu. Hubungan di antara kedua tokoh itu telah mengalami gejolak.
Baca juga : Hamas: Tidak Ada Pemilu tanpa Ikut Serta Warga Yerusalem
Saar mengatakan, dia tidak akan bekerja di bawah Netanyahu seraya mengutip pengadilan korupsi perdana menteri itu--yang dibuka pada Senin (5/4), tetapi tidak mendukung Lapid. Netanyahu, yang membantah melakukan kesalahan kriminal, menghadiri sebagian sidang pengadilan dan kemudian mengulangi tuduhan bahwa kasus penuntutan itu adalah "percobaan kudeta" yang bertujuan untuk menggulingkan "perdana menteri sayap kanan yang kuat".