REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan pemerintah tidak memperkirakan akan mengubah kebijakan terhadap Iran. Hal itu disampaikan saat pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sedang menegosiasikan ulang Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
AS dan Iran sedang menggelar perundingan tidak langsung mengenai perjanjian nuklir yang disepakati tahun 2015 itu di Wina. "Kami sudah menegaskan kami tidak mengambil, mengantisipasi langkah apa pun pada momen ini, kami membiarkan negosiasi terus berlanjut," kata Psaki, Selasa (6/3).
Sebelumnya, Iran kembali menegaskan sudah mengungkap syarat untuk kembali ke JCPOA. Teheran mengatakan hanya akan kembali bergabung dengan JCPOA bila Amerika Serikat (AS) mencabut sanksi-sanksinya.
"Iran dan P4 + 1 kembali menggelar perundingan nuklir di Wina hari ini, sejauh ini AS gagal memenuhi janji kampanye Presiden Amerika Serikat untuk bergabung kembali ke JCPOA, maka kesempatan ini seharusnya jangan dibuang," cicit Duta Besar Iran Untuk PBB Takht Ravanchi di Twitter seperti dikutip kantor berita Iran, IRNA.
JCPOA terdiri dari atas kekuatan dunia atau P5 + 1 yakni China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, dan AS. Karena mantan Presiden AS Donald Trump menarik AS dari JCPOA pada tahun 2018 lalu maka yang tersisa hanya P4 + 1. Selama kampanyenya Presiden Joe Biden berjanji untuk membawa kembali AS bergabung ke JCPOA.
"Bila AS mencabut semua sanksi-sanksinya, Iran akan menahan semua langkah sebaliknya, maka situasinya menguntungkan semua pihak," kata Ravanchi.
Pejabat senior Kementerian Luar Negeri dari negara-negara yang masih bergabung di JCPOA menggelar pertemuan di Wina Selasa ini. Rapat tersebut akan dipimpin oleh Uni Eropa.
Utusan Khusus AS untuk Iran Rob Malley akan mewakili Negeri Paman Sam dalam pertemuan di ibukota Austria tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price mengatakan pertemuan itu akan berpusat mengenai kelompok kerja yang akan dibentuk Uni Eropa bersama pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.