REPUBLIKA.CO.ID, MINNEAPOLIS -- Polisi-polisi Minneapolis memberikan kesaksian yang memberatkan tersangka pembunuhan George Floyd. Para perwira polisi membantah pembelaan pengacara Derek Chauvin yang mengatakan kliennya melakukan sesuai dengan pelatihan yang ia terima.
Kematian Floyd yang tewas dalam proses penangkapan memicu gelombang unjuk rasa antirasialisme dan brutalitas polisi di seluruh dunia. Para perwira mengatakan, dalam pelatihan petugas diminta 'menjauh' dari bagian leher sebisa mungkin. Kepala kepolisian Minneapolis sendiri sudah mengatakan Floyd seharusnya tidak dipaksa berbaring di trotoar selama 9 setengah menit.
Dalam sidang Rabu (6/4) disebutkan pada 2016 Chauvin menerima pelatihan selama 40 jam untuk menangani orang di saat darurat. Termasuk orang-orang yang memiliki masalah mental atau dipengaruhi obat-obatan. Ia juga dilatih menggunakan teknik untuk menurunkan ketegangan hingga orang yang dihadapi tenang.
Kepala pelatihan intervensi krisis Sersan Ker Yan mengatakan petugas diajari bagaimana 'memperlambat, mengevaluasi dan mencerna kembali' situasi. Catatan menunjukan Chauvin menjalani menggunakan kekuatan pada 2018 lalu.
Perwira polisi Minneapolis lainnya Letnan Johnny Mercil mengatakan para petugas yang mengikuti pelatihan itu diajari nyawa menjadi titik tumpu kebijakan departemen kepolisian. Para petugas diminta menggunakan sesedikit mungkin kekuatan hingga tersangka mengikuti arahan.
Dalam pemeriksaan silang pengacara Chauvin, Eric Nelson, Mercil bersaksi dalam situasi tertentu petugas dilatih menggunakan lutut mereka untuk menahan tersangka di punggung atau bahunya. Termasuk menggunakan berat badan untuk menjaga keseimbangan.
Nelson berpendapat kliennya 'melakukan apa yang telah dilatih sepanjang karirnya selama 19 tahun'. Ia mengatakan kondisi kesehatan yang tak terlihat dan narkoba yang mengalir di sistem tubuh Floyd yang menewaskan laki-laki kulit hitam tersebut bukan cekikan lutut Chauvin di lehernya.