REPUBLIKA.CO.ID, OKLAHOMA CITY - Pada 19 April 1995, sebuah bom mobil meledak di sebuah gedung pemerintah di Oklahoma City. Ledakan tersebut menewaskan sekurangnya 168 orang termasuk 19 anak-anak di sebuah penitipan anak.
Sementara itu, sedikitnya 500 orang terluka. Tim penyelamat membutuhkan waktu hampir enam pekan untuk memulihkan tubuh semua korban dari puing-puing.
Dalam pidato penuh emosional, Presiden Amerika Serikat (AS) kala itu Bill Clinton bersumpah akan memberikan hukuman cepat, pasti dan berat bagi mereka yang bertanggung jawab atas insiden bom tersebut.
"Amerika Serikat tidak akan mentolerir dan saya tidak akan membiarkan rakyat negara ini diintimidasi oleh pengecut yang jahat," ujar Clinton pada konferensi pers Gedung Putih malam setelah bom meledak, dilansir laman BBC History, Senin (19/4).
Ledakan itu terjadi tepat setelah pukul 09.00 waktu setempat ketika sebagian besar pekerja berada di kantor. Ledakan menghancurkan fasad Gedung Alfred Murrah berlantai sepuluh.
Seorang yang selamat mengatakan, dia mengira terjadi gempa. "Saya tidak pernah mendengar sesuatu yang begitu keras. Itu adalah suara yang mengerikan gemuruh seluruh bangunan runtuh," kata dia.
Kala itu terjadi adegan kekacauan saat paramedis merawat yang terluka di trotoar, sementara oetugas penyelamat berjuang untuk menggali mereka yang masih terjebak di reruntuhan. Bangunan itu juga menampung anak-anak di lantai dua serta jaminan sosial, bea cukai, pertanian, dan Biro Federal Alkohol, Tembakau, dan Senjata Api (ATF).
Beberapa agen federal mencatat bahwa ATF meningkatkan operasi dua tahun lalu yang mengakhiri pengepungan kultus David Koresh Cabang Davidian di Waco, Texas. Namun anggota sekte yang memperingati pengepungan tersebut dengan marah menyangkal adanya hubungan apa pun.
Departemen Luar Negeri tidak membahas kemungkinan insiden ledakan bom mobil menjadi serangan teroris, tetapi polisi FBI dan Oklahoma mengeluarkan peringatan untuk tiga pria yang diyakini berasal dari Timur Tengah mengendarai truk pickup Chevrolet berwarna coklat.