REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sejumlah warga Myanmar mengkritik kesepakatan antara pemimpin junta negara dan para pemimpin Asia Tenggara ASEAN untuk mengakhiri krisis. Mereka mengatakan, junta militer Myanmar gagal memulihkan demokrasi dan meminta pertanggungjawaban militer atas ratusan kematian warga sipil.
Tidak ada aksi protes di kota-kota besar Myanmar sehari setelah pemimpin negara-negara ASEAN dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing di Jakarta, Indonesia. Beberapa warga Myanmar menuliskan kritik mengenai konsensus ASEAN terhadap Myanmar.
"Pernyataan ASEAN adalah tamparan di wajah orang-orang yang dianiaya, dibunuh dan diteror oleh militer. Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan seperti itu," ujar seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun.
Para pemimpin ASEAN menginginkan komitmen dari Min Aung Hlaing untuk menahan pasukan keamanannya, agar tidak melakukan tindak kekerasan terhadap warga sipil. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, sebanyak 748 orang tewas sejak gerakan pembangkangan sipil massal untuk menantang kudeta mulai meletus. AAPP juga mengatakan lebih dari 3.300 orang telah ditahan.
Pemimpin negara-negara anggota ASEAN menyepakati konsensus berisikan lima poin terkait krisis di Myanmar sebagai hasil dari pertemuan di Jakarta, pada Sabtu (24/4). Konsensus tersebut yaitu meminta kekerasan di Myanmar dihentikan dan semua pihak harus menahan diri.
Kemudian, ASEAN juga meminta dimulainya dialog konstruktif antara semua pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat Myanmar. ASEAN sepakat adanya utusan khusus untuk memfasilitasi dialog tersebut dengan bantuan sekretaris jenderal ASEAN.