Senin 26 Apr 2021 06:37 WIB

Turki Protes AS, Tolak Sebutan Genosida Era Ottoman

Turki menilai pernyataan Joe Biden tidak memiliki dasar hukum.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Arsip staf yang menunjukkan dokumen dan foto asli tentang deportasi Armenia tahun 1915.
Foto: Anadolu Agency
Arsip staf yang menunjukkan dokumen dan foto asli tentang deportasi Armenia tahun 1915.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Kementerian Luar Negeri Turki memanggil Duta Besar Amerika Serikat (AS) di Ankara untuk memprotes pernyataan bahwa Kekaisaran Ottoman telah melakukan genosida terhadap orang-orang Armenia. Wakil Menteri Luar Negeri Turki, Sedat Onal, bertemu David Satterfield pada Sabtu (24/4) malam.

"Pernyataan itu tidak memiliki dasar hukum dalam hal hukum internasional dan telah merugikan rakyat Turki, membuka luka yang sulit diperbaiki dalam hubungan kami," kata Kementerian Dalam Negeri Turki.

Baca Juga

Presiden AS Joe Biden menindaklanjuti janji kampanye untuk mengakui peristiwa yang dimulai pada 1915 dan menewaskan sekitar 1,5 juta orang Armenia sebagai genosida. Pernyataan itu dibuat dengan hati-hati dengan mengatakan deportasi, pembantaian, dan pembunuhan massal terjadi di Kekaisaran Ottoman.

"Kami melihat rasa sakit itu. Kami menegaskan sejarahnya. Kami melakukan ini bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk memastikan bahwa apa yang terjadi tidak pernah terulang," kata Biden sebelumnya.

Pernyataan itu pun segera memicu kecaman dari para pejabat Turki, meskipun Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan belum membahas masalah tersebut secara langsung. Turki menolak penggunaan kata tersebut, dengan mengatakan, baik orang Turki maupun Armenia tewas dalam pertempuran era Perang Dunia I dan telah meminta komisi sejarah bersama untuk menyelidiki. Selama bertahun-tahun, presiden AS telah menghindari penggunaan genosida untuk menggambarkan Meds Yeghern atau Kejahatan Besar.

Baca juga : Minim Pasokan, Bangladesh Hentikan Vaksinasi

Pengumuman itu datang ketika hubungan Turki-Amerika mengalami sejumlah masalah. AS telah memberi sanksi kepada pejabat pertahanan Turki dan mengeluarkan Turki dari program jet tempur setelah anggota NATO itu membeli sistem pertahanan S400 buatan Rusia.

Ankara pun frustrasi dengan dukungan Washington terhadap pejuang Kurdi Suriah. Turki juga menuntut ekstradisi ulama Turki, Fethullah Gulen, yang dituduh mengatur upaya kudeta berdarah terhadap pemerintah Erdogan pada 2016. Gulen tinggal di AS dan menyangkal keterlibatan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement