REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri China mengatakan Sinopharm dan Sinovac telah mengajukan aplikasi resmi untuk bergabung dengan Covax. Namun, para ahli mempertanyakan apakah kedua perusahaan tersebut memiliki kapasitas untuk menutup celah langsung dalam rantai pasokan.
Kedua vaksin itu kini akan ditinjau oleh regulator global untuk pertama kalinya. Ini menjadi sebuah langkah yang dapat memiliki implikasi luas dalam peluncuran vaksin di seluruh dunia.
Dilansir Asia One, sejumlah perusahaan farmasi China telah menghadapi pengawasan ketat karena tidak merilis data rinci mengenai seberapa efektif vaksin yang dikembangkan, sebelum digunakan. Namun, saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan memutuskan apakah produk vaksin tersebut dapat dilisensikan untuk penggunaan darurat, yang menjadi ‘cap’ persetujuan yang diakui secara global.
Perusahaan telah menandatangani kesepakatan untuk mendistribusikan jutaan dosis dan bahan curah ke luar negeri. Sementara, Cina menghadapi perlombaan dengan waktu untuk memenuhi target vaksinasi 40 persen dari populasinya pada akhir Juni.
“Tantangan bagi perusahaan farmasi China adalah memenuhi permintaan pasokan Covax dan pada saat yang sama, memproduksi vaksin dalam dosis yang cukup untuk program inokulasi ambisius Cina,” kata Nicholas Thomas, seorang profesor di City Universitas Hong Kong sekaligus spesialis keamanan kesehatan global.