REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Setidaknya 9,2 juta orang di Nigeria menghadapi krisis pangan yang lebih berat sepanjang Maret - Mei tahun ini di tengah konflik bersenjata, efek Covid-19, dan perubahan iklim.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), dari jumlah tersebut, diperkirakan 3,2 juta orang berada di negara bagian Adamawa, Borno, dan Yobe.
“Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 12,8 juta orang selama Juni – Agustus 2021, kecuali ada tindakan kemanusiaan yang berfokus pada ketahanan pangan," kata FAO.
Pernyataan FAO juga menyoroti peningkatan pengungsian paksa di negara tersebut, terutama di mana serangan bersenjata lebih intensif, yang mempengaruhi kehidupan jutaan orang di negara terpadat di Afrika.
“Meningkatnya kekerasan dan pemindahan paksa terus memengaruhi situasi kemanusiaan di timur laut Nigeria, titik utama konflik bersenjata di negara itu, yang semakin diperburuk oleh krisis ekonomi selama pandemi," ungkap FAO.
Mengenai dampak perubahan iklim di Nigeria, FAO mengatakan hal itu memengaruhi keamanan pangan dan nutrisi di wilayah timur lautnya.
Badan PBB juga menekankan pentingnya diversifikasi mata pencaharian, produksi, dan sumber pendapatan untuk mengakhiri krisis ini.