REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Angka perceraian di China mengalami penurunan hingga 70 persen. Hal ini terjadi sejak otoritas setempat memberlakukan kebijakan masa tenang pada 1 Januari 2021.
Data Kementerian Catatan Sipil China (MCA), Senin, menyebutkan pada kuartal pertama 2021 angka perceraian hanya 296.000 kasus. Itu berarti mengalami penurunan sebesar 72,15 persen dibandingkan kuartal keempat 2020 yang mencapai 1,06 juta kasus dan turun 71,76 persen dibandingkan dengan kuartal pertama 2019 sebanyak 1,05 jut kasus.
Ada dua cara bagi pemohon perceraian di China, yakni melalui otoritas catatan sipil atau melalui pengadilan mediasi. Data statistik menunjukkan perceraian melalui lembaga catatan sipil yang paling banyak.
Sejak 1 Januari lalu China menerapkan kebijakan masa tenang selama 30 hari setelah pemohon mendapatkan layanan konseling sehingga masih ada waktu untuk berpikir ulang. Ada banyak alasan anjloknya angka perceraian, salah satunya diterapkannya kebijakan masa tenang itu, demikian Zhang Yi, pengamat demografi di China dikutip Global Times.
Dengan adanya masa tenang itu, maka pemohon membutuhkan waktu selama 60 hari untuk mendapatkan akta cerai dari biro urusan sipil setempat. Belum lagi beberapa daerah di China yang mengeluarkan kebijakan yang membuat pasangan yang bercerai tidak bisa menghindari aturan pembatasan pembelian rumah dalam waktu dua tahun pascaperceraian.
Kebijakan tersebut tampaknya berhasil menekan angka perceraian, kata Zhang. Dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan harga rumah di beberapa kota, seperti Shanghai, Guangzhou, dan Hangzhou telah memunculkan kebijakan pembatasan pembelian rumah, sementara beberapa kota lainnya menaikkan uang muka minimum.
Sebelumnya, beberapa pasangan memilih perceraian guna mendapatkan sebagian rumah di kota-kota metropolitan di China. Melalui perceraian, warga setempat bisa mengambil keuntungan dari pembelian rumah untuk yang pertama dan masih mendapatkan kesempatan membeli rumah kedua.
Zhang berpendapat bahwa pemulihan ekonomi juga berkontribusi dalam menekan angka perceraian. Provinsi Sichuan mencatat angka perceraian tertinggi pada kuartal pertama tahun ini dengan 23.995 kasus.
Disusul oleh Provinsi Henan dan Provinsi Guangdong, masing-masing dengan 22.049 dan 19.166 kasus.Zhang menganggap wajar mengingat ketiga provinsi tersebut padat penduduk. Warga Sichuan dan Henan banyak yang bekerja di luar provinsi sehingga menyebabkan perpisahan dengan pasangannya dalam jangka waktu yang panjang.