REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV — Israel dilaporkan bersiap mengurangi operasi militer di Jalur Gaza sebagai langkah yang disebut upaya mewujudkan gencatan senjata dengan Palestina. Hal tersebut dikatakan oleh sejumlah pejabat Israel, terlepas dari pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa negaranya tetap bertekad untuk melanjutkan operasi militer hingga ketenangan dan keamanan didapatkan oleh masyarakat.
Sebelumnya, ia melakukan pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang disebut meminta agar ketegangan antara masing-masing pihak yang berkonflik diturunkan.
Pejabat diplomatik senior Israel mengatakan tekanan AS dapat mendorong Hamas, faksi politik Palestina di Jalur Gaza, terus melancarkan tindakan yang merusak ketenangan. Namun, pejabat senior lainnya mengatakan seruan Biden untuk deeskalasi ditujukan memberi ruang kepada Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk bermanuver selama beberapa hari ke depan.
Dilansir Haaretz pada Kamis (20/5), dalam 24 jam ke depan Israel akan memantau situasi dan menguji apakah gencatan senjata dapat dilakukan. Sejumlah menteri di kabinet telah menyarankan penangguhan operasi sepihak, dengan asumsi Hamas akan mundur dari operasi militernya.
Sebelumnya, Israel mengatakan tidak akan menetapkan kerangka waktu untuk mengakhiri permusuhan dengan Hamas. Serangan udara dalam satu pekan terakhir diluncurkan secara intensif di Jalur Gaza atas apa yang disebut oleh Israel hanya menargetkan lokasi-lokasi dari kelompok itu.
Pecahnya kekerasan terbaru antara Israel dan Palestina dimulai di Yerusalem Timur pada bulan lalu. Saat itu, warga Palestina bentrok dengan polisi Israel sebagai tanggapan atas ancaman penggusuran puluhan keluarga Palestina oleh pemukim Yahudi.
Situasi semakin memburuk saat polisi Israel menyerbu masjid Al-Aqsha di Kota Tua Yerusalem, yang merupakan situs suci ketiga bagi Umat Islam. Ratusan jamaah yang kebanyakan adalah warga Palestina terluka dalam kejadian ini.
Hamas kemudian meluncurkan roket ke Israel sebagai langkah balasan. Israel kemudian meluncurkan serangan udara ke Jalur Gaza sebagai tanggapan atas serangan tersebut.
Di Jalur Gaza, setidaknya lebih dari 200 orang meninggal sejak awal pertempuran berlangsung. Korban termasuk 63 anak-anak dan 36 perempuan. Sementara lebih dari 1.500 warga Palestina.