Kamis 20 May 2021 20:31 WIB

Kemesraan Amerika Serikat-Israel Perlakukan Zalim Palestina

Amerika Serikat dan Israel saling kerjasama menyikapi Palestina

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Nashih Nashrullah
Amerika Serikat dan Israel saling kerjasama menyikapi Palestinaf. Ilustrasi Amerika Serikat Israel
Foto:

Presiden Mesir Anwar Sadat saat itu meminta Moskow menarik lebih dari 15 ribu penasihat militernya dari Mesir dengan beberapa alasan. Uni Soviet dianggap tidak memenuhi komitmen mensuplai bantuan senjata ke Mesir. Ini juga sebagai sinyal undangan bagi Amerika Serikat dan menumbuhkan harapan baru dalam menghadapi krisis ekonomi Mesir. Pada Juli 1972, Uni Soviet resmi mundur dari Mesir.

Pada 17 September 1978, terjadi Perjanjian Perdamaian Camp David ditandatangani di Gedung Putih antara Mesir dan Israel. “Dari sini Mesir mulai berhubungan baik dengan Israel tapi juga mendukung Palestina,” ujar dia.

Akibat perjanjian ini, Mesir mendapat kembali Semenanjung Sinai, mengakui kedaulatan Israel dan membentuk hubungan diplomatik serta komersil secara penuh. Dalam hal ini Mesir dikeluarkan dari Liga Arab dan krisis politik internal terjadi.

Hadriyanto mengatakan atas ketersediaan Mesir ini, Amerika Serikat memberikan bantuan sampai 19 miliar dolar Amerika Serikat yang membuat Mesir menjadi negara non-NATO penerima bantuan kedua setelah Israel. Sampai kini, Amerika Serikat tercatat telah memberikan bantuan sebesar 40 miliar dolar untuk sektor militer dan 30 miliar dolar Amerika Serikat untuk sektor ekonomi.

Berselang 13 tahun, Uni Soviet runtuh yang akhirnya membuat arah baru bagi geopolitik dunia. Ini menjadi tonggak awalan bagaimana negara adidaya sangat berperan di Timur Tengah. Pada 26 Oktober 1994, terjadi Perjanjian Damai Israel-Yordania yang membangun hubungan diplomatik dan kerja sama ekonomi.

“Akibat perjanjian ini, Israel mengakui peran historis Yordania di situs-situs suci Yerusalem. Israel juga sepakat memberikan 50 juta meter kubik air tiap tahun dan menyerahkan 75 persen kepemilikan air Sungai Yarmuk yang sebagian besar sumber air Yordania dikuasai pasca Perang Enam Hari,” jelas Aji.

Hadriyanto menyebut sejak berdamai, Amerika Serikat tercatat memberikan bantuan 14 miliar dolar Amerika kepada Yordania. Dana ini termasuk untuk pengembangan pendidikan, kesehatan, kontruksi, dan ekspor impor. Perjanjian damai berkembang lagi sampai tahun 2020, yaitu adanya Perjanjian Ibrahim pada tanggal 15 September.

Aspek yang disepakati adalah hubungan diplomatik dan ekonomi secara penuh, keamanan dan stabilitas kawasan, dan penundaan ekspansi Tepi Barat. Dalam perjanjian ini, ambisi Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain agar mendapat manfaat ekonomi yang jauh lebih besar.

Misalnya, menjadi kekuatan militer global. Dengan Perjanjian Ibrahim, mereka berharap ada bantuan alutsista dari AS. Selain itu, turis Israel sebagai ladang bisnis potensial dan mengincar perdagangan bebas dengan Israel sebagai pemain besar industri teknologi global.

Di tahun yang sama, Israel dan Sudan membuat perjanjian normalisasi pada 23 Oktober. “Pasca perjanjian, Sudan dihapus dari daftar negara teroris, menjadi negara penerima bantuan Covid-19, pemutihan hutang bilateral 111 juta dolar Amerika, mendapat dana talang 120 juta dolar Amerika untuk membayar hutang Dana Moneter Internasional (IMF),” tutur Aji.

Akhir 2020 ditutup dengan perjanjian Normalisasi antara Israel dan Maroko pada 22 Desember. Hasilnya, Amerika Serikat akan mengakui klaim kedutaan Maroko atas Sahara Barat, Amerika Serikat mendorong otonomi wilayah Sahara Barat di bawah Maroko, dan Amerika Serikat akan membuka kantor konsulat di Sahara Barat.

Adanya perjanjian-perjanjian itu semua membuat Palestina merasa ditinggalkan oleh negara-negara Arab. Terlebih Al Quds yang diakui oleh Presiden Donald Trump dalam Peace to Prosperity adalah ibu kota Israel. Dengan ini, Palestina merasa kehilangan harapan.

Amerika Serikat yang memberikan pengakuan Al Quds telah melanggar keputusan Liga Bangsa-Bangsa nomor 181 tahun 1947 yang menyatakan Yerusalem sebagai kota internasional yang diselesaikan secara internasional karena dimensinya sebagai kota suci dari tiga agama besar dunia. Selain itu, juga melanggar Dewan Keamanan PBB tahun 1967 yang menyatakan Israel harus mundur dari Yerusalem dan Kesepakatan Oslo yang menyebut urusan Yerusalem harus diperundingkan.

“Jadi, kemerdekaan Palestina ada di beberapa pundak tapi pertama dan utama ada di Amerika. Sekarang Amerika semakin dominan dan sebagai penulis skenario apa yang terjadi di Timur Tengah,” kata Hadriyanto.

 

 

Sumber: youtube 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement