REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Federasi Guru Myanmar (MTF) mengungkapkan sekitar 90 persen murid menolak untuk mendaftar dalam sistem pendidikan di bawah rezim kudeta.
Menurut MTF, hanya 10 persen pelajar di seluruh Myanmar yang mendaftar ke sekolah selama pendaftaran dibuka sejak Senin. Data Kementerian Pendidikan di bawah pemerintahan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dikudeta, terdapat lebih dari 9 juta murid terdaftar dalam sistem pendidikan dasar selama tahun ajaran 2019-2020. Artinya, terdapat kurang dari 1 juta murid yang akan kembali bersekolah saat tahun ajaran baru mulai 1 Juni 2021.
Bahkan, MTF melaporkan tidak ada murid yang mendaftar pada sejumlah sekolah di Kota Mandalay, Monywa, dan Yangon. Media lokal Myanmar Now mengungkapkan warga di negara tersebut memprotes pembukaan kembali sekolah dengan menyemprotkan pesan antikudeta di pintu maupun gedung-gedung.
Para orang tua menegaskan tidak ingin anak mereka didoktrin dengan “pendidikan perbudakan militer”.
Di Desa Kyike Htaw, Yangon, 30 polisi dan pasukan rezim berjaga di depan satu-satunya SMA di desa itu saat proses pendaftaran menyusul aksi protes tersebut.
Seorang warga lokal yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan pasukan tersebut juga mengawal para guru ke sekolah. Kendati demikian, surat kabar yang dikelola junta menerbitkan foto kerumunan orang dalam proses pendaftaran.
Menurut warganet, foto tersebut diambil sebelum tahun ajaran 2019 dan tidak mencerminkan level partisipasi saat ini.
Namun, Myanmar Now belum dapat memverifikasi klaim tersebut secara independen.
Guru-guru diancam