REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kurang dari dua minggu menjelang Hari Pemilihan, debat pertama antara kandidat presiden Iran terlihat cukup sengit mengenai berbagai masalah, sebagian besar ekonomi.
Dua pesaing dari kelompok reformis menghadapi serangan keras dari kelompok konservatif, terutama mengenai kinerja pemerintah kelompok reformis yang dipimpin oleh Presiden Hassan Rouhani, yang akan mengakhiri masa jabatan keduanya pada akhir bulan ini. Isu-isu yang menonjol dalam debat perdana antara lain sanksi asing, turunnya nilai mata uang, kenaikan inflasi, masalah produksi, isu privatisasi, perampasan tanah dan bahkan kualitas pendidikan.
Ketua kehakiman dan kandidat kelompok konservatif yang cukup populer, Ebrahim Raeisi, membuka debat dengan mengatakan produksi harus dibuat menjadi lebih menarik dan kegiatan ekonomi non-produktif seperti investasi dalam valuta asing dan komoditi emas perlu dihentikan.
Pada isu inflasi, Raeisi, yang berjanji untuk mengembalikannya ke level satu digit, mengatakan ekonomi berkelanjutan akan mengendalikan inflasi dan pemerintahnya akan memiliki kurs tunggal bagi mata uang asing.
Menjawab pertanyaan tentang perampasan tanah, calon presiden dua kali itu mengatakan, masalah itu akan dikendalikan karena akan ada intervensi kehakiman yang dipimpinnya dan juga diselesaikan melalui formalisasi dokumen, keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat, dan mengundang orang-orang untuk mengamati isunya.
Dalam serangannya yang terselubung terhadap pemerintah petahana, Raeisi mengatakan dalam kapasitasnya sebagai kepala kehakiman, ia menemukan sebagian besar kasus hukum korupsi terkait dengan pejabat-pejabat di eksekutif.
Namun ketenangan Raeisi terganggu ketika dua kandidat reformis, Mohsen Mehralizadeh dan Abdol-Nasser Hemmati, melancarkan serangan terhadap kandidat terdepan dari kelompok konservatif itu.
Isi debat