REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kelompok ekstremis sayap kanan Israel telah membatalkan Pawai Bendera. Hal ini menyusul keputusan otoritas keamanan yang tidak mengizinkan mereka melewati lingkungan Muslim di Yerusalem Timur yang diduduki.
Pawai Bendera dilakukan untuk merayakan penaklukan Yerusalem Timur oleh pasukan pendudukan Zionis pada 1967. Dalam pawai tersebut, para anggota sayap kanan akan meneriakkan "kematian bagi orang Arab" dan menyanyikan lagu rasialis serta lagu-lagu yang sangat ofensif.
Sebelumnya, Pawai Bendera dijadwalkan untuk Hari Yerusalem pada bulan lalu. Namun, pawai telah dialihkan karena meningkatnya ketegangan yang dipicu oleh upaya Israel mengusir secara paksa keluarga Palestina di lingkungan Syekh Jarrah dan penyerbuan Masjid al-Aqsa selama bulan Ramadhan.
Penyelenggara pawai, yang mencakup sejumlah kelompok ultranasionalis sayap kanan, memutuskan untuk membatalkan acara yang dijadwalkan pada Kamis mendatang. Pembatalan dilakukan setelah mereka tidak diizinkan melakukan pawai dengan rute yang melalui wilayah Muslim karena masalah keamanan.
Polisi Israel telah menilai bahwa rute pawai perlu diubah karena risiko meningkatnya ketegangan. Menurut Haaretz, polisi mengadakan pertemuan untuk menilai situasi. Intelijen menunjukkan bahwa konsekuensi dari pawai dapat mencakup tembakan roket baru ke Israel dan kerusuhan yang meluas di Kota Tua dan di Masjid al-Aqsa.
“Jika ada rute atau tanggal alternatif yang diputuskan oleh penyelenggara, itu akan kami diperiksa,” kata pernyataan polisi Israel sambil menekankan bahwa kepemimpinan politik terlibat dalam keputusan mengenai pawai.
Haaretz melaporkan bahwa Hamas menyebut keputusan untuk membatalkan Pawai Bendera sebagai kekalahan baru bagi Israel. Hal ini memperkuat persamaan bahwa al-Quds atau Yerusalem adalah garis merah.