Selasa 08 Jun 2021 20:55 WIB

China Tumpas Sindikat Penipuan dari Myanmar

Kelompok kriminal berskala besar telah lama beroperasi di perbatasan China-Myanmar

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Kelompok kriminal berskala besar telah lama beroperasi di perbatasan China-Myanmar. (ilustrasi)
Foto: willbarham.com
Kelompok kriminal berskala besar telah lama beroperasi di perbatasan China-Myanmar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Pihak berwenang China kembali mengejar buronan penipu yang beroperasi di seberang perbatasan di Myanmar. China mengancam akan memotong pensiunan dan tunjangan lainnya untuk anggota keluarga penipu.

Menurut laporan dari United States Institute of Peace, sejak kudeta 1 Februari lalu Myanmar menghadapi keruntuhan ekonomi dan pelanggaran hukum yang menciptakan kondisi peningkatan aktivitas kriminal. Ini terjadi terutama di daerah perbatasan utara dan oleh gangster China.

Baca Juga

Kelompok kriminal berskala besar telah lama beroperasi di wilayah tersebut. Sebagian besar berada di luar kendali junta militer. Mereka menggunakannya sebagai basis untuk penipuan telekomunikasi dan penipuan internet yang terorganisir dengan baik, serta menjadi tuan rumah kasino ilegal.

Sebagian besar Myanmar utara, di mana sebagian besar pemberitahuan mengatakan tersangka berada, berada di bawah kendali milisi. Beberapa di antaranya menentang militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada Februari. Sementara yang lain mendukungnya atau tetap netral.

"Dalam dua bulan sejak militer menegakkan kembali kekuasaannya yang penuh gejolak, kegiatan kriminal di Myanmar telah meluas secara dramatis, menghadirkan tantangan baru bagi upaya dan kemampuan kawasan untuk mengendalikan kejahatan lintas batas," tulis laporan dari Institut Perdamaian Amerika Serikat, sebuah lembaga yang didanai pemerintah AS.

Tindakan penumpasan penipuan oleh otoritas lokal terjadi setelah Presiden China Xi Jinping mengatakan pada April lalu bahwa China akan dengan tegas menindak penipuan telekomunikasi dan internet. Menurut pemberitahuan dari departemen keamanan publik China di setidaknya lima kabupaten awal bulan ini, tersangka di Myanmar menghadapi kehilangan izin pendaftaran rumah tangga mereka. Itu merupakan dokumen kunci yang terkait dengan tempat tinggal dan akses ke layanan publik.

Kehilangan izin tersebut dapat terjadi jika mereka tidak menyerahkan diri dan akan tidak dapat kembali ke China. Pemerintah di satu kabupaten di provinsi Jiangxi mengatakan akan berusaha menangguhkan pensiun dan pertanggungan medis untuk kerabat dekat dari 33 tersangka, memberikan nama dan alamat para tersangka. Pemberitahuan itu kemudian dihapus dari WeChat.

Pemerintah daerah di sebuah kabupaten di provinsi Hunan menyebut jaminan kesejahteraan sosial bagi anggota keluarga tersangka akan dibatalkan. Sementara rumah-rumah yang dibangun menggunakan dana haram akan dihancurkan dan orang-orang yang tinggal di sana akan diusir. Akun WeChat Harian Rakyat resmi mengunggah ulang salah satu pemberitahuan.

Sebagian besar wilayah utara Myanmar juga merupakan bagian dari wilayah penghasil obat terlarang Segitiga Emas. Sementara wilayah di utara dan timur laut yang berbatasan dengan China dan Thailand memiliki perkembangbiakan kasino ilegal yang menurut otoritas penegak hukum digunakan untuk pencucian uang.

Sebuah acara televisi yang dirilis di China tahun ini mendramatisir upaya polisi negara memerangi kejahatan transnasional- termasuk penipuan telekomunikasi, yang dilakukan oleh atau terhadap warga negara China di luar negeri. Salah satu wilayah Asia Tenggara yang disebut "Negara M" ditampilkan dalam drama tersebut.

Dalam satu kasus penipuan telekomunikasi 2019 yang melibatkan 10 juta yuan (1,56 juta dolar AS), polisi China bekerja sama dengan rekan-rekan mereka di Myanmar utara untuk membawa kembali 69 warga negara China.

Pakar keamanan khawatir ekonomi yang runtuh dan meningkatnya pertempuran antara milisi etnis dan militer Myanmar setelah kudeta akan menciptakan lonjakan kegiatan terlarang untuk membiayai kelompok-kelompok bersenjata. Daya tarik kejahatan juga akan kuat bagi mereka yang kehilangan pekerjaan atau bisnis, tambah mereka.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement