Jumat 11 Jun 2021 09:11 WIB

China ke Inggris: Setop Campuri Urusan Internal Hong Kong

China membantah laporan enam bulanan tentang Hong Kong yang dikeluarkan Inggris.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Pendukung Pro-China memegang bendera nasional China selama rapat umum untuk merayakan persetujuan undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong, di Hong Kong, pada 30 Juni 2020.
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Pendukung Pro-China memegang bendera nasional China selama rapat umum untuk merayakan persetujuan undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong, di Hong Kong, pada 30 Juni 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pihak berwenang China membantah keras 'laporan enam bulanan mengenai Hong Kong' yang dirilis Pemerintah Inggris. Beijing juga mendesak Inggris berhenti mengintervensi urusan internal Hong Kong dan China.

Juru bicara Kantor Komisioner Kementerian Luar negeri China untuk Wilayah Administratif Khusus Hong Kong mengatakan, laporan tersebut memutarbalikkan kebenaran. Laporan itu juga secara terang-terangan mencampuri urusan internal Hong Kong, khususnya dan China pada umumnya.

Baca Juga

"Dan juga menginjak-injak prinsip-prinsip hukum internasional dan norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional," kata juru bicara dalam pernyataannya seperti dikutip situs stasiun televisi China, CGTN, Jumat (11/6).  

Dalam pernyataan itu, juru bicara juga mempertahankan implementasi 'satu negara, dua sistem' serta langkah-langkah fundamental undang-undang keamanan nasional dan upaya meningkatkan sistem pemilihan Hong Kong yang banyak dikritik negara-negara Barat.

Juru bicara mengatakan, langkah-langkah tersebut efektif mengembalikan ketertiban dan stabilitas di Hong Kong dan memberikan ketenangan dan kebebasan pada rakyat. Selain itu, juga melindungi stabilitas politik dan keamanan pemerintah Hong Kong.

"Inggris menunjukkan sepenuhnya mengabaikan momen positif situasi di Hong Kong dan kerinduan rakyatnya pada perdamaian dan stabilitas dan justru memilih dengan terbuka ikut campur dalam urusan Hong Kong dengan alasan hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum," kata juru bicara menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement