REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak mendapatkan komitmen dari mitranya dari Rusia, Vladimir Putin, untuk memperbarui operasi bantuan lintas batas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke Suriah. Kedua pemimpin negara itu melakukan pertemuan pada Rabu (16/6).
"Tidak ada komitmen, tetapi kami menjelaskan bahwa ini sangat penting bagi kami jika akan ada kerja sama lebih lanjut di Suriah," kata pejabat AS itu setelah pertemuan antara Biden dan Putin di Jenewa dikutip dari Alarabiyah.
AS dan beberapa anggota Dewan Keamanan (DK) lainnya yang beranggotakan 15 orang mendorong untuk memperluas operasi lintas batas. Sebelumnya, kepala bantuan PBB, Mark Lowcock, menyatakan operasi itu membantu kehidupan sekitar tiga juta warga Suriah di utara negara itu. Namun, Rusia mempertanyakan pentingnya operasi jangka panjang.
DK PBB pertama kali mengizinkan operasi bantuan lintas batas oleh PBB dan organisasi non-pemerintah ke Suriah pada 2014 di empat titik. Tahun lalu, terjadi pengurangan akses ke satu titik penyeberangan dari Turki karena tentangan dari Rusia dan China.
Mandat untuk operasi lintas batas pun berakhir pada 10 Juli. Sebuah resolusi untuk memperpanjang persetujuan DK membutuhkan sembilan suara mendukung dan tidak ada veto dari salah satu dari lima anggota tetap, yaitu Rusia, China, AS, Prancis, dan Inggris.
"Untuk warga Suriah yang tak terhitung jumlahnya, ini adalah pemungutan suara hidup atau mati," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan kepada anggota parlemen AS sebelumnya pada Rabu.
Dalam dekade terakhir, Dewan Keamanan PBB telah terbagi atas cara yang tepat menangani Suriah. Rusia telah memveto 16 resolusi yang terkait dengan Suriah dan didukung oleh China untuk banyak dari suara tersebut.